REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV -- Kepala intelijen militer Israel mengundurkan diri setelah menerima bertanggung jawab atas kegagalan mencegah serangan mendadak Hamas pada 7 Oktober 2023. Mayor Jenderal Aharon Haliva salah satu dari sejumlah perwira senior Israel yang mengakui gagal memprediksi dan mencegah serangan tersebut.
"Divisi intelijen di bawah komando saya tidak memenuhi tugas yang dipercayakan pada kami. Sejak saat itu, saya selalu membawa hari kelam itu bersama saya,” katanya dalam surat pengunduran diri yang dikeluarkan militer Israel, Senin (22/4/2024).
Ia masih akan menjabat sampai penggantinya ditentukan. Media dan pengamat Israel memperkirakan ia akan mundur setelah operasi militer di Gaza berakhir.
Serangan mendadak Hamas merusak reputasi militer dan badan intelijen Israel yang sebelumnya dianggap tidak terkalahkan terutama dari kelompok-kelompok Palestina seperti Hamas. Kelompok itu memulai serangannya dengan serangan roket yang diikuti serbuan ribuan pejuang Hamas dan kelompok lain menerobos perbatasan di sekitar Gaza.
Serangan ini mengejutkan pasukan Israel. Israel mengklaim dalam serangan itu Hamas membunuh 1.200 orang dan menculik sekitar 250 lainnya. Israel memperkirakan masih terdapat 133 sandera di Gaza.
Kepala Angkatan Bersenjata Letnan Jenderal Herzi Halevi dan kepala intelijen domestik Shin Bet, Ronen Bar juga menerima bertanggung jawab atas kegagalan yang mengakibatkan serangan mendadak Hamas tapi mereka masih menjabat selama operasi militer Israel di Gaza.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menolak bertanggung jawab atas serangan 7 Oktober. Walaupun sebagian besar rakyat Israel menyalahkannya karena gagal mencegah atau bertahan dari serangan itu. Israel menggelar serangan balasan ke Gaza yang kini menurut Kementerian Kesehatan Gaza sudah menewaskan lebih dari 34 ribu orang Palestina.