REPUBLIKA.CO.ID, LOS ANGELES -- Aksi unjuk rasa di kampus-kampus di Amerika Serikat (AS) belum menunjukkan tanda-tanda akan berhenti. Semakin banyak penangkapan dilakukan dan terjadi bentrokan antara demonstran pro Palestina dan pro Israel di University of California, Los Angeles (UCLA), tempat tenda-tenda protes didirikan pekan lalu.
Ketika sekelompok tenda-tenda protes pro Palestina didirikan di UCLA beberapa hari terakhir. Pengunjuk rasa tandingan semakin vokal dan terlihat di sekitar kampus, meski kedua belah pihak tetap damai sampai Ahad (28/4/2024).
Wakil Rektor bidang Komunikasi Strategis UCLA Mary Osako mengatakan, hal itu berubah ketika sejumlah demonstran menerobos pembatasan yang memisahkan dua faksi. Para pengunjuk rasa saling dorong dan meneriakkan slogan serta hinaan dan di beberapa kasus saling pukul.
Aksi saling dorong terjadi cukup lama di antara beberapa kelompok. Namun polisi kampus yang dipersenjatai tongkat memisahkan dua kelompok itu. "UCLA memiliki sejarah panjang sebagai tempat unjuk rasa yang damai, dan kami sedih mengenai kekerasan yang terjadi," kata Osako dalam pernyataannya, Senin (29/4/2024).
Suara sorakan berhenti sekitar pukul 15.30 waktu setempat dan pengunjuk rasa pro-Palestina kembali ke tenda protes mereka. Perwakilan kepolisian kampus mengatakan Kepolisian Los Angeles tidak terlibat dalam bentrokan tersebut dan tidak ada penangkapan yang dilakukan.
Dalam pernyataannya, UCLA mengatakan bentrokan antara demonstran di kampus itu melibatkan orang-orang dari luar universitas. UCLA mengaku, mengizinkan dua kelompok untuk mengekspresikan pandangan masing-masing.
Dalam pernyataan itu, UCLA mengatakan anggota Harriet Tubman Center for Social Justice, berencana untuk mendukung hak para mahasiswa untuk melakukan protes. Sementara Stand in Support of Jewish Students, yang bermitra dengan Dewan Israel-Amerika, berencana untuk menentang kebencian dan antisemitisme di dalam kampus.
Dalam dua pekan terakhir unjuk rasa pro-Palestina menyebar ke seluruh kampus-kampus AS. Hal ini memicu penangkapan massal terhadap lebih dari 100 orang lebih di Columbia University pekan lalu.
Sejak saat itu, ratusan pengunjuk rasa dari California dan Texas hingga Atlanta dan Boston ditangkap karena meniru tenda protes mahasiswa Columbia University untuk menarik perhatian terhadap krisis kemanusiaan di Gaza.
Pihak kampus-kampus, termasuk di Columbia University mengatakan aksi protes tersebut tidak sah, melanggar peraturan, mengganggu proses belajar mengajar, serta mendorong terjadinya pelecehan dan antisemitisme. Para pengunjuk rasa menuntut gencatan senjata dalam perang dengan Hamas dan divestasi aset-aset universitas di perusahaan-perusahaan yang terlibat dengan militer Israel, serta diakhirinya bantuan militer Amerika Serikat kepada Israel.
Para pemimpin mahasiswa mengakui terjadi insiden-insiden anti semitisme dan pelecehan yang terisolasi, namun menyalahkan pihak luar yang menurut mereka berusaha membajak gerakan mereka.