Kamis 02 May 2024 21:09 WIB

Sekjen PBB Soroti Isu Lingkungan di Hari Kebebasan Pers

Jurnalisme lingkungan hidup adalah profesi yang semakin berbahaya.

Rep: Lintar Satria/ Red: Muhammad Hafil
Kebebasan Pers (ilustrasi)
Foto: setyoufreenews.com
Kebebasan Pers (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,NEW YORK -- Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengatakan dunia sedang mengalami keadaan darurat lingkungan yang belum pernah terjadi sebelumnya dan menimbulkan ancaman nyata bagi generasi sekarang dan mendatang. Hal ini ia sampaikan dalam peringatan Hari Kebebasan Pers Sedunia. 

"Masyarakat perlu mengetahui hal ini – dan jurnalis serta pekerja media memiliki peran penting dalam memberikan informasi dan mendidik mereka" kata Guterres dalam pernyataannya, Kamis (2/5/2024).

Baca Juga

Guterres mengatakan media lokal, nasional, dan global dapat menyoroti berita tentang krisis iklim, hilangnya keanekaragaman hayati, dan ketidakadilan lingkungan.

"Melalui pekerjaan mereka, masyarakat menjadi memahami penderitaan planet kita, dan dimobilisasi serta diberdayakan untuk mengambil tindakan demi perubahan," katanya. 

Guterres mengatakan pekerja media juga mendokumentasikan degradasi lingkungan. Hal ini, kata Guterres, memberikan bukti adanya vandalisme lingkungan yang bisa membantu meminta pertanggungjawaban dari pihak-pihak yang bertanggung jawab.

"Tidak mengherankan jika sejumlah orang, perusahaan, dan lembaga berpengaruh tidak melakukan apa pun untuk menghalangi jurnalis lingkungan melakukan pekerjaannya," kata Guterres.

"Kebebasan media sedang terkepung. Dan jurnalisme lingkungan hidup adalah profesi yang semakin berbahaya," tambahnya.

Sekretaris Jenderal PBB itu mencatat sejumlah jurnalis yang meliput pertambangan ilegal, pembalakan liar, perburuan liar, dan isu-isu lingkungan lainnya telah dibunuh dalam beberapa dekade terakhir. 

"Dalam sebagian besar kasus, tidak ada seorang pun yang dimintai pertanggungjawaban," katanya.

Guterres juga mencatat UNESCO melaporkan dalam lima belas tahun terakhir, telah terjadi 750 serangan terhadap jurnalis dan outlet berita yang melaporkan isu-isu lingkungan hidup. Frekuensi serangan seperti ini terus meningkat.

"Proses hukum juga disalahgunakan untuk menyensor, membungkam, menahan, dan melecehkan wartawan lingkungan hidup, sementara era baru disinformasi iklim berfokus pada melemahkan solusi yang sudah terbukti, termasuk energi terbarukan," katanya. n Lintar Satria

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement