Senin 06 May 2024 09:12 WIB

Hamas Tuntut Israel Tarik Pasukan, Netanyahu Anggap Berlebihan

Netanyahu merasa tuntutan Hamas terlalu ekstrem.

Seorang pengunjuk rasa memegang plakat Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu saat protes Pro-Palestina di kantor pusat BP di Melbourne, Australia, 15 April 2024.
Foto: EPA-EFE/JAMES ROSS
Seorang pengunjuk rasa memegang plakat Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu saat protes Pro-Palestina di kantor pusat BP di Melbourne, Australia, 15 April 2024.

REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV -- Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengonfirmasi pada Ahad, (5/5/2024) pemerintahannya siap mencapai gencatan senjata dan kesepakatan pembebasan sandera dengan Hamas yang dituduhnya membuat tuntutan yang tidak dapat diterima. “Hamas terus mengajukan tuntutan ekstrem. Tuntutan utama mereka adalah kami menarik seluruh pasukan kami dari Jalur Gaza, mengakhiri perang dan membiarkan Hamas sendirian. Negara Israel tidak dapat menerima persyaratan ini,” kata Netanyahu melalui pesan video.

Selama putaran terakhir perundingan tidak langsung dengan Hamas, sebutnya, Israel menunjukkan kesiapannya untuk membuat konsesi yang digambarkan sebagai tindakan murah hati oleh Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken. Meskipun demikian, Perdana Menteri Israel menekankan pemerintahnya tidak akan pernah menyerah pada tujuan militernya di Gaza.

Baca Juga

Dia mengatakan penarikan mundur Israel dari Gaza berarti penyerahan diri Israel dan kemenangan besar bagi Hamas dan Iran. Netanyahu juga menegaskan, Israel telah dan masih siap untuk membuat kesepakatan mengenai jeda pertempuran untuk memastikan pembebasan orang-orang Israel yang diculik.

Israel melakukan upaya tersebut, lanjutnya, demi membebaskan 124 sandera dan kemudian akan kembali berperang. “Kami telah menghabiskan beberapa pekan terakhir untuk mengatasi hal tersebut. waktu untuk mencapai kesepakatan yang akan membawa kembali orang-orang yang diculik,” ucapnya. Adapun sebelumnya Hamas sedang mempertimbangkan proposal baru untuk kesepakatan penyanderaan yang diajukan oleh Mesir yang mengharuskan pelepasan 33 sandera Israel sebagai imbalan atas gencatan senjata sementara di Jalur Gaza.

Proposal yang disusun dengan bantuan Israel, terdiri atas dua tahap. Tahap pertama dari perjanjian tersebut mencakup pembebasan 20-33 sandera selama beberapa pekan dengan imbalan jeda pertempuran dan pembebasan tahanan Palestina oleh Israel.

Durasi gencatan senjata bisa diperpanjang dengan bergantung pada jumlah sandera yang dibebaskan. Kemudian, sebagai bagian dari kesepakatan tahap kedua, Hamas diminta untuk menukar sandera yang tersisa, termasuk tentara Israel dan jenazahnya dengan lebih banyak lagi tahanan Palestina.

sumber : Antara, Sputnik
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement