Selasa 07 May 2024 10:31 WIB

Kesepakatan Gencatan Senjata tak Jelas, Israel Lanjutkan Operasi Militer ke Rafah

Pada Senin pagi, militer Israel memerintahkan warga Rafah untuk evakuasi.

Rep: Lintar Satria/ Red: Setyanavidita livicansera
Wanita Palestina yang telantar membawa barang-barang mereka setelah perintah evakuasi dikeluarkan tentara Israel, di Rafah, 6 Mei 2024.
Foto: EPA-EFE/HAITHAM IMAD
Wanita Palestina yang telantar membawa barang-barang mereka setelah perintah evakuasi dikeluarkan tentara Israel, di Rafah, 6 Mei 2024.

REPUBLIKA.CO.ID, GAZA -- Kelompok milisi Hamas menyetujui proposal gencatan senjata dari mediator. Namun Israel mengatakan persyaratan di proposal tersebut tidak memenuhi tuntutannya dan melanjutkan serangan ke Rafah sementara berencana terus melakukan negosiasi.

Perkembangan perang ini terjadi saat pasukan Israel menggelar serangan udara dan darat ke kota paling selatan Jalur Gaza setelah memerintahkan lebih dari satu juta  pengungsi di Rafah untuk melakukan evakuasi. Dalam pernyataan singkatnya kepala politik Hamas Ismail Haniyeh mengatakan ia sudah memberitahu Qatar dan Mesir selaku mediator, Hamas sudah menerima proposal gencatan senjata.  

Baca Juga

Kantor Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan proposal gencatan senjata itu tidak memenuhi permintaan Israel. Tapi, Israel akan mengirim delegasinya untuk bertemu negosiator untuk mencapai kesepakatan. Kementerian Luar Negeri Qatar mengatakan delegasinya akan berangkat ke Kairo untuk negosiasi tidak langsung antara Israel dan Hamas.

Dalam pernyataannya, kantor Netanyahu menambahkan kabinet perang Israel menyetujui dilanjutkannya operasi militer di Rafah. Di media sosial X Menteri Luar Negeri Yordania Ayman Safadi mengatakan Netanyahu membahayakan kesepakatan gencatan senjata dengan membom Rafah.

Pejabat Israel yang tidak bersedia disebutkan namanya mengatakan Hamas menyetujui proposal versi yang lebih sederhana dari yang ditawarkan Mesir. Termasuk, elemen-elemen yang tidak dapat diterima Israel. "Ini tampaknya tipu muslihat untuk membuat Israel terlihat sebagai pihak yang menolak kesepakatan," kata pejabat tersebut, Selasa (7/5/2023).

Juru bicara Kementerian Luar Negeri AS Matthew Miller mengatakan dalam beberapa jam ke depan Washington akan membahas respon Hamas dengan sekutu-sekutunya. Ia menambahkan kesepakatan "jelas dapat tercapai."

Kementerian Kesehatan Gaza mengatakan sudah lebih dari 34.600 orang Palestina tewas dalam serangan Israel sejak Oktober lalu. PBB mengatakan pengeboman dan pembatasan pergerakan mengakibatkan kelaparan di kantong pemukiman tersebut.

Pada Senin pagi (6/5/2024) militer Israel memerintahkan warga Rafah untuk melakukan evakuasi. Kota perbatasan Gaza-Mesir itu menampung lebih dari setengah dari 2,3 juta populasi.

Petugas medis mengatakan serangan Israel ke sebuah rumah di Rafah menewaskan lima orang Palestina termasuk seorang perempuan dan anak perempuan. Israel yakin banyak pasukan Hamas yang bersembunyi di Rafah.

Tel Aviv juga percaya sejumlah sandera yang ditawan dalam serangan mendadak 7 Oktober 2023, disembunyikan di kota itu. Israel mengatakan mereka harus merebut Rafah untuk memastikan kemenangannya dalam perang di Gaza.

Israel mengatakan mereka menggelar operasi terbatas di bagian timur Rafah. Warga Palestina mengatakan terdapat serangan udara masif. "Mereka menembaki kami sejak semalam dan hari ini perintah evakuasi, pengeboman semakin intensif karena mereka ingin menakuti kami agar kami pergi," kata salah satu pengungsi di Rafah, Jaber Abu Nazly.

"Orang-orang bertanya-tanya apakah ada tempat yang aman di seluruh Gaza," tambah ayah dua anak itu. Dalam perintah dalam bahasa Arab yang disebar melalui pesan singkat, panggilan telepon dan selembaran, militer Israel meminta warga pindah ke "zona perluasan humanitarian" yang terletak sekitar 20 kilometer jauhnya. Beberapa keluarga Palestina memulai perjalanan mereka di tengah hujan deras.

Beberapa keluarga juga menempatkan anak-anak dan barang-barang mereka di gerobak yang keledai sementara yang lainnya berjalan kaki. Saat keluarganya membongkar tenda dan melipat barang-barang mereka, Abdullah Al-Najar mengatakan ini keempat kalinya ia mengungsi sejak Israel menyerang Gaza tujuh bulan yang lalu. "Hanya Tuhan yang tahu kemana kami akan pergi, kami belum memutuskannya," katanya. 

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement