Ahad 19 May 2024 06:40 WIB

800 Ribu Warga Palestina Terpaksa Melarikan Diri dari Rafah

Mengikuti perintah evakuasi, warga Gaza telah melarikan diri ke daerah tengah.

Rep: Mabruroh/ Red: Gita Amanda
Pengungsi Palestina pergi dengan membawa barang-barang mereka menyusul perintah evakuasi yang dikeluarkan oleh tentara Israel, di Rafah, Jalur Gaza selatan.
Foto: EPA
Pengungsi Palestina pergi dengan membawa barang-barang mereka menyusul perintah evakuasi yang dikeluarkan oleh tentara Israel, di Rafah, Jalur Gaza selatan.

REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM -- Kepala Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk pengungsi Palestina mengatakan pada Sabtu (18/5/2024), 800 ribu orang telah dipaksa melarikan diri dari kota Rafah di selatan Gaza sejak Israel memulai operasi militer di sana bulan ini.

"Hampir setengah dari populasi Rafah atau 800 ribu orang telah dipaksa untuk melarikan diri sejak pasukan Israel memulai operasi militer di daerah tersebut pada 6 Mei," kata kepala UNRWA, Philippe Lazzarini dalam sebuah posting di situs media sosial X, dilansir dari Gulf Today, Ahad (19/5/2024).

Baca Juga

“Mengikuti perintah evakuasi, warga Gaza telah melarikan diri ke daerah tengah dan Khan Younis termasuk ke bangunan yang hancur," katanya.

Mereka dipaksa untuk meninggalkan beberapa barang yang mereka miliki. Sehingga setiap saat, mereka harus memulai dari awal, dan dari awal lagi. 

Hal ini membuat mereka melarikan diri ke daerah tanpa pasokan air atau sanitasi yang memadai. “Al Mawasi, sebuah kota seluas 14 kilometer persegi di pantai, serta kota pusat Deir El-Balah, dipenuhi oleh pengungsi baru-baru ini,” ujar Lazzarini. 

Sementara itu, bentrokan hebat dan pemboman mengguncang Rafah pada Sabtu, ketika Israel melakukan serangan terhadap Hamas. Seorang reporter mengatakan, serangan udara dan peluru artileri menghantam bagian timur kota saat pesawat-pesawat tempur melintas di atasnya.

Lebih dari 10 hari setelah apa yang disebut tentara sebagai operasi "terbatas" di Rafah, yang memicu eksodus warga Palestina, pertempuran antara pasukan Israel dan orang Palestina juga kembali berkobar di Gaza utara.

Hamas mengecam apa yang disebut "serangan brutal yang diintensifkan" Israel di Jabalia. Mereka mengatakan bahwa Israel telah membunuh puluhan warga sipil dan melukai ratusan lainnya saat menargetkan sekolah dan tempat penampungan.

"Kejahatan pendudukan yang meningkat tidak akan berhasil mematahkan kehendak perlawanan berani kami atau menghalangi orang-orang kami yang bangga dari keputusan mereka untuk berdiri teguh di tanah mereka," katanya.

Serangan balasan Israel terhadap Hamas telah menewaskan sedikitnya 35.386 orang di Gaza, kebanyakan warga sipil, menurut data yang disediakan oleh kementerian kesehatan wilayah Hamas. Korban termasuk 83 kematian selama 24 jam terakhir, kata pernyataan kementerian pada hari Sabtu.

Ketika penyeberangan darat utama ditutup atau beroperasi dengan kapasitas terbatas akibat pertempuran tersebut, sejumlah pasokan bantuan mulai mengalir ke Gaza melalui dermaga terapung sementara yang dibangun oleh Amerika Serikat.

Tentara Israel mengatakan 310 palet mulai dipindahkan ke darat sebagai masuknya bantuan kemanusiaan pertama melalui dermaga terapung. Gambar satelit yang diambil pada hari Sabtu menunjukkan lebih dari selusin truk berbaris di jalan pendekatan ke dermaga. Dalam beberapa hari mendatang, sekitar 500 ton bantuan diperkirakan akan dikirim ke Gaza melalui dermaga, menurut Komando Pusat AS.

Pejabat militer AS mengantisipasi operasi dermaga bisa mencapai 150 truk per hari. Risiko termasuk serangan, rintangan logistik, dan kekurangan bahan bakar yang terus meningkat. Tetapi badan-badan PBB dan kelompok bantuan kemanusiaan telah memperingatkan pengiriman laut atau udara tidak dapat menggantikan konvoi truk yang jauh lebih efisien ke Gaza, di mana Perserikatan Bangsa-Bangsa telah berulang kali memperingatkan kelaparan yang membayangi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement