Kamis 23 May 2024 12:15 WIB

AS Tetap Menentang Pengakuan Sepihak Atas Palestina

Tiga negara Eropa yaitu Irlandia, Norwegia dan Spanyol, mengakui negara Palestina.

Seniman pantomim Wanggi Hoed kembali melakukan aksi seni untuk Palestina bertajuk Bandung Spirit for Palestina di kawasan Gedung Merdeka, Kota Bandung, Jawa Barat, Rabu (22/5/2024). Aksi kali ini salah satunya mengutuk kebiadaban Zionis Israel yang telah penghancuran fasilitas pelayan kesehatan, medis sehingga banya korban tidak mendapat tindakan medis.
Foto: Edi Yusuf/Republika
Seniman pantomim Wanggi Hoed kembali melakukan aksi seni untuk Palestina bertajuk Bandung Spirit for Palestina di kawasan Gedung Merdeka, Kota Bandung, Jawa Barat, Rabu (22/5/2024). Aksi kali ini salah satunya mengutuk kebiadaban Zionis Israel yang telah penghancuran fasilitas pelayan kesehatan, medis sehingga banya korban tidak mendapat tindakan medis.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Gedung Putih pada Rabu (22/5/2024) menegaskan kembali penolakannya terhadap pengakuan sepihak atas negara Palestina setelah tiga negara Eropa yaitu Irlandia, Norwegia dan Spanyol, mengakui negara Palestina. Menanggapi tindakan ketiga negara Eropa itu, Penasihat Keamanan Nasional Jake Sullivan menyatakan bahwa negara Palestina mana pun harus dibentuk melalui negosiasi langsung dengan Israel.

"Apa yang bisa saya sampaikan kepada Anda adalah kami percaya satu-satunya cara Anda akan mencapai solusi dua negara yang bermanfaat bagi Israel dan Palestina adalah melalui negosiasi langsung antara kedua pihak," katanya kepada wartawan di Gedung Putih.

Baca Juga

Ketiga negara Eropa pada Rabu (22/5) mengatakan bahwa mereka akan secara resmi mengakui negara Palestina pada 28 Mei, sebuah langkah yang merupakan pukulan besar bagi Israel.

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu telah lama menentang negara Palestina, dan baru-baru ini menolaknya pada Rabu (22/5) ketika dia mengatakan pengakuan Irlandia, Norwegia dan Spanyol itu "adalah hadiah bagi terorisme dan tidak akan membawa perdamaian."

Dia menuduh bahwa negara Palestina akan menjadi "negara teroris," dan menegaskan bahwa pemerintahnya "tidak akan menyetujui hal ini" dan "tidak akan menghentikannya untuk mengalahkan Hamas."

Bezalel Smotrich, menteri keuangan Israel, secara terpisah mengancam akan mengambil "tindakan hukuman yang keras" terhadap Otoritas Palestina (PA) sebagai pembalasan atas pengakuan negara Palestina, termasuk memotong pendapatan pajak pemerintah.

"Pada rapat kabinet terakhir, banyak menteri, termasuk saya, dengan tegas mengajukan tuntutan untuk tindakan hukuman yang keras terhadap Otoritas Palestina atas tindakan sepihaknya terhadap Israel, termasuk upayanya untuk mendapatkan pengakuan sepihak dan dukungannya terhadap kasus hukum terhadap Israel di Den Haag," kata Smotrich.

Pendapatan pajak - yang dikenal di Palestina dan Israel sebagai "maqasa" - dikumpulkan oleh pemerintah Israel atas nama Otoritas Palestina atas impor dan ekspor Palestina, dan Israel sebagai imbalannya mendapat komisi sebesar 3 persen.

Pendapatannya diperkirakan sekitar 188 juta dolar AS (sekitar Rp3 triliun) setiap bulan dan merupakan sumber pendapatan utama bagi Otoritas Palestina.

"Apa yang dapat dilakukan Amerika Serikat melalui diplomasi yang keras dan diplomasi 'informal', yang dipimpin oleh presiden menteri luar negeri, saya sendiri dan pihak lain sedang mewujudkan visi kawasan yang terintegrasi, Israel yang aman, dan solusi dua negara," kata Sullivan.

Dia mengatakan hal tersebut ketika ditanya mengenai penolakan lama Israel untuk terlibat dalam proses apa pun yang akan mengarah pada pembentukan negara Palestina merdeka.

“Israel adalah negara yang berdaulat, pada akhirnya mereka harus memutuskan apa yang akan mereka lakukan. Apa yang bisa kita lakukan sebagai teman adalah mencoba melakukan upaya-upaya untuk mewujudkan hal tersebut,” tambahnya.

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement