REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Pemimpin Cina, Jepang dan Korea Selatan (Korsel) akan menggelar pertemuan pertama dalam empat tahun di Seoul, Senin (27/5/2024) ini. Tiga negara itu mencoba memulihkan perdagangan dan dialog keamanan untuk meredakan ketegangan global.
Pejabat pemerintah Korsel mengatakan Perdana Menteri Cina Li Qiang, Presiden Korsel Yoon Suk Yeol, dan Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida akan mengadopsi pernyataan bersama di lima bidang. Termasuk ekonomi dan perdagangan, sains dan teknologi, pertukaran antara-orang dan kesehatan serta penuaan populasi.
Pertemuan ini digelar satu hari setelah para pemimpin melakukan pertemuan bilateral terpisah satu sama lain. Dalam pertemuan itu Li dan Yoon menyepakati dialog diplomatik dan keamanan dan memulihkan pembicaraan perdagangan bebas. Sementara Kishida dan perdana menteri Cina membahas Taiwan dan menyepakati putaran baru dialog bilateral ekonomi tingkat tinggi.
Yoon meminta Cina memainkan peran konstruktif dengan mitra-mitranya di Korea Utara (Korut) yang meningkatkan senjata nuklir dan rudal yang melanggar resolusi Dewan Keamanan PBB. Pada Senin, (27/5/2024), Pasukan Penjaga Pantai Jepang mengatakan Korut mengirimkan notifikasi ke Tokyo rencananya meluncurkan roket yang membawa satelit ruang angkasa pada 27 Mei dan 4 Juni 2024.
Kementerian Luar Negeri Jepang mengatakan Pemerintah AS, Jepang dan Korsel melakukan pembicaraan lewat telepon mengenai notifikasi tersebut. Mereka meminta Korut membatalkan peluncurannya karena akan menggunakan teknologi rudal balistik yang melanggar resolusi PBB.
Harapan pejabat dan diplomat dari Korsel dan Jepang hasil pertemuan ini tidak banyak. Mereka mengatakan belum diketahui apakah akan ada pengumuman besar tapi pertemuan ini akan membantu tiga negara untuk menghidupkan dan membangkitkan kembali hubungan mereka yang renggang.
Surat kabar Jepang, Nikkei melaporkan dalam pertemuan ini pemimpin tiga negara akan menyepakati untuk memulihkan negosiasi perdagangan bebas. Cina dan Korsel dan Jepang yang merupakan sekutu Amerika Serikat (AS) mencoba mengelola meningkatnya ketidak saling percaya di tengah persaingan Beijing dan Washington dan ketegangan di Taiwan.