Rabu 26 May 2010 05:39 WIB

Thaksin Sebut Tuduhan Terorisme Berdalih Politik

Thaksin Shinawatra
Foto: epltalk.com
Thaksin Shinawatra

REPUBLIKA.CO.ID,BANGKOK--Mantan Perdana Menteri Thailand, Thaksin Shinawatra pada Selasa menyebut perintah penangkapan terhadapnya dengan tuduhan terorisme berdalih politik dan menuduh pemerintah melanggar hak asasi manusia. "Selama karir politik saya, saya menjalankan pemerintahan secara konstitusional dan tanpa kekerasan," kata dia dalam pernyataannya, yang dikeluarkan penasihat hukumnya di Bangkok.

"Aku tidak pernah mendukung kekerasan," kata Thaksin, "Perintah penangkapan terhadap saya tidak adil. Saya siap membuktikan bahwa saya bukan teroris dan tuduhan itu berdalih politik." Pengadilan Kejahatan Thailand pada Selasa menyetujui perintah penangkapan atas Thaksin dengan tuduhan terorisme, yang diancam hukuman mati, sehubungan dengan unjukrasa keras baru-baru ini.

Hartawan beralih menjadi perdana menteri itu digulingkan dalam kudeta tentara tak berdarah pada 2006 dan tinggal di pengasingan, terutama di Dubai, untuk menghindari hukuman penjara atas perkara korupsi.

Unjukrasa jalanan, yang ditumpas pada pekan lalu oleh tentara, melumpuhkan Bangkok pusat dan berubah menjadi kekerasan, yang menewaskan 88 orang sejak tengah Maret, kebanyakan warga, dan hampir 1.900 luka. "Pemerintah Thailand harus dimintai pertanggung-jawaban atas kematian dan pelanggaran hak asasi manusia itu," kata pernyataan kedua Thaksin, yang dikeluarkan pada Selasa.

Thaksin pada awal Mei meminta pendukungnya mengupayakan "rujuk" setelah pemerintah menawarkan penyelenggaraan pemilihan umum pada November untuk mengakhiri kemelut politik itu. "Hari ini jangan berpikir tentang masa lalu, tapi melihatlah ke masa depan. Dengan begitu rujuk bangsa terjadi," kata mantan pemimpin Thailand itu, yang kini hidup di pengasingan.

Dengan mengisyaratkan kemungkinan terobosan dalam mencairkan kebuntuan antara pemerintah dengan pendukungnya, Thaksin menyatakan berharap bahwa hal baik terjadi pada Hari Penobatan Raja. Ia menyebutnya sebagai tanggal keberuntungan. Thaksin digulingkan dari kursi perdana menteri (2001-2006) dalam kudeta tentara tak berdarah. Sejak itu, ia tinggal di pengasingan untuk menghindari hukuman penjara dalam perkara korupsi.

Banyak penentang pemerintah, yang berunjukrasa di Bangkok sejak tengah Maret, mengupayakan hartawan telekomunikasi menjadi politisi itu kembali berkuasa dengan memuji kebijakan merakyatnya. Mantan perdana menteri buron itu dilaporkan menyewa kantor pengacara dunia untuk membantu gerakan menentang pemerintah menyelenggarakan unjukrasa di Bangkok. Amsterdam & Peroff, yang berkantor di Toronto, London, dan Washington, menyatakan dipilih Thaksin untuk membantu perjuangan memulihkan demokrasi dan penegakan hukum di Thailand.

Di Podgornica, Montenegro, pada ahir April, Thaksin menyatakan keterkaitannya dengan pengunjukrasa Baju Merah di Thailand.  "Ya, kami berbicara. Kami hanya berjuang demi demokrasi. Biarkan mereka berjuang demi demokrasi dan keadilan. Itu saja," kata Thaksin kepada wartawan.

Baju Merah menuduh pemerintah tidak demokratis, karena berkuasa pada 2008 setelah Mahkamah Konstitusi menggulingkan sekutu Thaksin. Mantan perdana menteri Thailand pemegang paspor republik Adriatik itu tiba di Montenegro untuk melakukan pembicaraan tentang penanaman modal di negara tersebut.

Kunjungan Thaksin ke Montenegro merupakan kali kedua pada tahun ini. Kunjungan pertamanya berlangsung pada 13 Maret, saat ia tiba dengan pesawat pribadi ke Trivat, kota pesisir Montenegro, dari Dubai. Pejabat Montenegro belum pernah menjelaskan tentang cara Thaksin memperoleh kewarganegaraan republik bekas Yugoslavia itu.

sumber : ant/AFP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement