Selasa 01 Feb 2011 22:36 WIB

Khawatir Terkena Dampak Mesir, China Blokir Akses Internet

Pemerintah Beijing masih melakukan kontrol ketat terhadap penggunaan internet dan jejaring sosial.
Foto: AP
Pemerintah Beijing masih melakukan kontrol ketat terhadap penggunaan internet dan jejaring sosial.

REPUBLIKA.CO.ID,BEIJING - Pemerintah China memblokir akses ke pencarian kata “Mesir” dalam situs-situs jejaring sosial di Negeri Tirai Bambu tersebut. Para pakar mengatakan langkah itu mencerminkan ketakutan pemerintah bahwa protes di Mesir bisa mengobarkan kerusuhan di China.

Pencarian kata “Mesir” dalam bahasa Mandarin pada portal dunia maya China Sina.com memunculkan pesan yang mengatakan hasilnya tidak dapat ditampilkan. Pejabat hubungan masyarakat Sina.com, Ma Taotao, mengukuhkan pencarian kata “Mesir” dalam bahasa Mandarin telah diblokir di situs pesan instannya, Sina Weibo.

Ma mengatakan perusahaannya tidak membuat keputusan itu, tapi hanya mengikuti hukum dan peraturan terkait di China. Dia tidak memberikan rincian dan tidak mengatakan departemen pemerintah mana yang bertanggung jawab. Dia mengatakan dia tidak tahu berapa lama pemblokiran itu akan berlangsung.

Pemerintah China telah memblokir akses internet ke situs-situs jejaring sosial seperti Twitter dan Facebook yang berpusat di Amerika. Tapi, jutaan warga China selama ini bisa menggunakan situs-situs blog domestik untuk layanan pesan instan.

Jeremy Goldkorn, yang menjalankan situs internet media China Danwei.org dan melacak perubahan-perubahan dalam media dan internet di China, mengatakan,"Saya belum melihat instruksi dari badan pemerintah manapun yang mengontrol informasi di China. Tapi, saya pikir pasti ada instruksi yang dikirimkan kepada lembaga-lembaga berita dan situs-situs dunia maya agar hanya menggunakan versi resmi Xinhua tentang peristiwa-peristiwa di Mesir dan Tunisia, serta untuk mengurangi arti dan mengurangi diskusi warga tentang hal ini."

Meluasnya penggunaan internet merupakan perkembangan yang relatif baru di China. Tapi, Goldkorn mengatakan pemerintah telah membatasi akses ke informasi tentang peristiwa-peristiwa global lainnya baru-baru ini.

"Ada sensor serupa ketika terjadi apa yang disebut revolusi warna di Eropa Timur. Saya kira alasannya cukup jelas bahwa pemerintah lebih suka orang tidak melihat persamaan apa yang sedang terjadi di Mesir dengan apa pun yang bisa terjadi di Tiongkok," kata Goldkorn.

Shi Yinhong, guru besar Universitas Renmin, menyatakan pendapat serupa itu. Ia mengatakan,"Di atas segalanya, prioritas pertama pemerintah China adalah untuk menjaga stabilitas sosial dan politik.”

Shi mengatakan pemerintah khawatir dengan kerusuhan masyarakat sejak menumpas demonstrasi pro-demokrasi di negara itu pada 1989. Dia menggambarkan kegelisahan demikian sebagai budaya politik China masa kini.

sumber : voanews.com
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement