Ahad 23 Nov 2014 16:06 WIB

Australia Serukan Lebih Banyak Cara Perangi Masalah Terorisme

Red:
abc news
abc news

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Menteri Luar Negeri Australia, Julie Bishop bekesempatan memimpin pertemuan khusus Dewan Keamanan PBB di New York. Bishop menyerukan agar komunitas internasional melakukan lebih banyak hal untuk memerangi terorisme.

Australia mendekati masa akhir dari dua tahun duduk sebagai anggota Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB).

Dengan perannya, Australia telah diberikan kesempatan untuk menjadi juru kunci dalam menangani masalah-masalah internasional. seperti kecelakaan pesawat milik Malaysia Airlines, MH17 dan ancaman dari kelompok yang menamakan dirinya sebagai Negara Islam (IS).

Pada pertemuan Kamis (20/11) lalu di markas PBB, pertemuan akan memfokuskan pada masalah ancaman jihad di Irak dan Suriah. Salah satu pembahasannya adalah mengambil langkah apa yang telah dirumuskan dalam rapat Dewan Keamanan pada bulan September lalu.

Mereka akan mencoba menemukan berbagai cara untuk mencegah warga berpergian ke kawasan Timur Tengah dan daerah konflik untuk bergabung dan berjuang bersama kelompok militan di sana.

Menteri Luar Negeri Australia, Julie Bishop mengatakan masyarakat internasional harus menunjukkan kepemimpinan dan melakukan apapun agar bisa  menghentikan ancaman dari ajaran yang radikal di seluruh dunia.

"ISIL (Negara Islam di Irak dan Suriah) dan sejenisnya merupakan penghinaan terhadap Islam. Kita semua, termasuk masyarakat Muslim sendiri, harus berbuat lebih banyak agar menolak kekerasan ekstrimis oleh teroris dan mengecam ajaran-ajaran radikal soal kebencian di antara kita," ujar Bishop.

Menurut Bishop, setiap negara memiliki kewajiban untuk mencegah aksi teror. Tak hanya itu Bishop juga menegaskan bahwa setiapp negara pun punya kewajiban untuk tidak 'mengekspor' kemampuan teroris ke negara lain.

Bishop juga menyerukan penunjukkan utusan PBB untuk menyampaikan "pesan yang terkoordinasi dan strategis" untuk mengatasi penyebaran kekerasan oleh para ekstrimis. "Ancaman dari ISIL atau Daish, Front Al-Nusra dan kelompok lain yang memiliki kaitan dengan Al Qaeda lebih berbahaya, lebih global dan lebih beragam dari sebelumnya," tegas Bishop.

"Teroris tampak lebih muda, lebih ganas dan saling berhubungan. Mereka adalah pakar pengguna jejaring sosial untuk melakukan teror dan merekrut, sangat jago dalam teknologi. Mereka menghasut satu sama lain."

Ia mencontohkan bagaimana anak muda berusia 17 tahun dari Melbourne yang dibesarkan seperti layaknya warga Australia, aktif berolahraga di sekolah dan baru-baru ini berpergian ke Iran dan meledakan diri di sebuah pasar di Baghdad, dan melukai 90 orang.

Bishop juga menjelaskan bahwa Pemerintah Australia telah mengambil langkah yang diperlukan untuk memerangi terorisme di dalam negeri.

"Pemerintah Australia telah membatalkan paspor lebih dari 70 warga Australia yang dicurigai berencana melakukan aksi teroris, atau terlibat dalam kekerasan dengan motif politik luar negeri," katanya.

Menurutnya, Australia mengirim pasukan ke Timur Tengah atas permintaan pemerintah Irak, dan bukan karena diminta Irak atau Amerika Serikat untuk meningkatkan kontribusinya bagi koalisi internasional terhadap kelompok militan.

Para utusan PBB akan memberikan bimbingan kepada pemerintah di seluruh dunia, dan turut membantu mereka mengembangkan kapasitas untuk melawan ekstremis Islam yang memanfaatkan jejaring sosial dan platform digital lainnya.

Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan ABC News (Australian Broadcasting Corporation). Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab ABC News (Australian Broadcasting Corporation).
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement