Ahad 26 Mar 2017 18:03 WIB

Kedubes Australia di Jakarta Bagikan Dana Hibah Alumni Rp 150 Juta

Sejumlah Alumni Australia di acara penghargaan Skema Hibah Alumni 2017.
Foto: ABC
Sejumlah Alumni Australia di acara penghargaan Skema Hibah Alumni 2017.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kedutaan Besar Australia di Jakarta memberi dana hibah kepada warga Indonesia yang pernah bersekolah di negaranya lewat Skema Hibah Alumni (AGS), yang dikelola melalui Australia Awards Indonesia. Dua puluh lima alumni dengan 25 proyek terpilih untuk mendapatkan dana hibah hingga sebesar 15 ribu dolar AS dolar Australia (atau setara Rp 150 juta) per orang.

Aqmarina Andira adalah salah satu dari 25 penerima hibah AGS di tahun 2017. Alumnus Universitas Sydney yang juga pendiri Rumah Cerita –komunitas relawan yang memberi workshop penulisan kreatif - ini berencana menggunakan dana hibah untuk proyeknya yakni Festival Cerita Jakarta.

“Selama ini festival yang bertema literasi selalu menyasar dewasa, belum ada festival yang khusus untuk anak-anak dan remaja. Dana hibah ini akan saya gunakan untuk menyelenggarakan festival itu terinspirasi dari Festival Literasi ASEAN tahun lalu,” kata perempuan yang akrab disapa Ina ini.

Bagi Ina, proses menulis begitu penting bagi seorang anak. Tentu, bukan saja untuk kepentingan akademis. “Menulis adalah sarana pembelajaran untuk menjadi kritis. ‘Critical thinking’ itu yang ingin kami tanamkan kepada kaum muda. Lewat menulis,” tuturnya.

Festival Cerita Jakarta yang akan digarapnya ia harapkan mampu menumbuhkan ketertarikan anak-anak dan remaja kepada dunia literasi. “Bahwa menulis..membaca buku..bercerita..apapun yang terkait literasi itu menyenangkan. Tujuan kami di situ,” papar Ina kepada Australia Plus.

Alumni Australia
Alumni Australia bersama Dubes Grigson dalam acara Gala Dinner di Jakarta.

Facebook; Billy Gracia Yosaphat Mombrasar.

I Gede Wahyu Wicaksana adalah penerima hibah AGS lainnya. Berbeda dengan Ina yang memanfaatkan dana tersebut untuk proyek literasi, dosen Hubungan Internasional di Universitas Airlangga Surabaya ini akan melakukan penelitian akademis bertemakan kerja sama ekonomi Maritim.

“Indonesia ini kan ingin menjadi poros maritim dunia, intinya itu menyambung Samudera Pasifik, Samudera Hindia dan menempatkan Indonesia sebagai pusat ekonomi politik di Indo-Pasifik,” jelasnya.

Wahyu lantas menerangkan, dalam mewujudkan visi ini Indonesia menggandeng banyak mitra, terutama Cina, India dan Jepang. “Pertanyaannya Australia di mana? Posisi Australia di mana? Pertanyaan yang lebih serius lagi, kenapa Australia tidak jadi prioritas mitra? Padahal relasi sosio-kultural masyarakat Indonesia dan Australia sangat intensif, dibandingkan dengan Cina atau Jepang.”

“Nah itu yang ingin saya investigasi dalam proyek penelitian ini,” imbuh alumnus University of Western Australia ini.

Dana hibah AGS yang diterima Ina dan Wahyu bernilai 10.000 dolar Australia (atau setara Rp 100 juta). “Ada juga pendanaan tambahan sebesar 5.000 AUD (atau setara Rp 50 juta) untuk proposal yang bermitra dengan organisasi Australia atau sudah mendapatkan pendanaan dari sumber alternatif,” terang juru bicara Kedubes Australia di Jakarta.

Alumni Australia
Acara Gala Dinner di Jakarta yang diadakan Kedubes Australia untuk para alumni.

Flickr; Australian Embassy Jakarta

Menurut juru bicara tersebut, AGS tahun ini adalah yang ketiga kalinya dana tersebut dibagikan, namun pertama kalinya skema ini terbuka untuk semua alumni Australia. Penerima dana hibah harus mampu menjalankan sebuah proyek yang memiliki dampak nyata dan mendukung hubungan yang berkelanjutan antara Australia dan Indonesia.

“Karena itu penerima hibah diminta untuk menyetor analisis kualitatif atas pencapaian dan dampak proyek yang mereka kerjakan,” tulis juru bicara Kedubes Australia di Jakarta kepada Australia Plus.

Dana hibah ini menarik perhatian para alumni Australia asal Indonesia yang berkiprah di bidang sosial dan pendidikan. Dari 25 penerima, sebagian besar memiliki proyek yang terkait pendidikan dan pembangunan sosial. Salah satunya adalah Billy Gracia Yosaphat, alumnus asal Papua. Pendiri konsultan pendidikan non-profit Kitong Bisa ini akan menggarap proyek pelatihan kewirausahaan sosial di Aceh dan Papua.

“Proyek 4 bulan ini pada dasarnya akan memberi pelatihan bisnis dengan menggunakan platform e-commerce dan media sosial kepada lulusan sekolah menengah atau SMK di dua tempat,” jelas lulusan Australian National University (ANU) ini ketika dihubungi melalui sambungan telepon.

Ia menambahkan, karena proyek berdana hibah ini salah satunya ditujukan untuk memperkuat hubungan orang per orang di antara dua negara, maka para tutor akan berasal dari dua belah pihak. “Rencananya…akan ada satu trainer Indonesia lulusan Australia dan satu trainer asal Australia untuk program di Aceh. Begitu juga untuk yang di Papua.“

“Kami akan bekerja sama dengan salah satu sekolah di masing-masing tempat dan nanti lewat sekolah itu kami akan membuka pendaftaran pelatihan untuk 100 orang dari wilayah sekitar mereka,” ujarnya.

sumber : http://www.australiaplus.com/indonesian/studi-nad-inovasi/sebanyak-25-alumnus-australia-dapatkan-dana-hibah-sekitar-rp-15/8381988
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement