REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hingga saat ini di Jakarta hanya ada dua arena ice skating. Salah satunya terletak di lantai empat sebuah mal besar di pinggiran kota. Arena ini menjadi tempat menyenangkan untuk menghindari cuaca panas di akhir pekan, jika Anda tidak masalah berdesak-desakan dengan orang banyak.
Tapi bagi Calvin Pratama (17 tahun), tempat ini bermakna lebih dari itu. Inilah mimpi dan masa depannya. Calvin yang kerap menikmati akhir pekan di arena skating dekat rumahnya di Bandung, telah menjadi pemicu semangat dalam mewujudkan bakatnya.
Calvin sekarang adalah salah satu skater terbaik di Indonesia, namun arena ice skating di dekat rumahnya di Bandung itu sudah ditutup sejak lama. Kini setiap akhir pekan dia datang ke ibukota, berdesakan di kereta api demi mewujudkan mimpinya untuk suatu hari berkompetisi di ajang Olimpiade.
Indonesia belum pernah mengirimkan atletnya dalam Olimpiade Musim Dingin untuk cabang olahraga apa pun. Termasuk dalam Olimpiade Musim Dingin tahun depan.
Hanya tim kecil yang pernah berlaga di ajang Olimpiade Musim Panas dengan spesialisasi di cabang bulutangkis. Negara kepulauan dengan 250 juta penduduk ini mengalokasikan sedikit dana APBN tahunannya untuk olahraga. Tentu saja hal itu bisa dimengerti karena di negara berkembang dimana impian dan harapan banyak orang tidak bisa diwujudkan.
"Sulit. Sangat sulit dicapai karena di sini kita bahkan tidak bisa berlatih sebanyak mungkin dan para pelatih memiliki keterampilan yang minim," kata Calvin kepada ABC saat ditemui di arena latihan.
Gelanggang es di mal Jakarta Barat itu bukanlah ukuran Olimpiade, dan para atlet profesional pun harus membaginya dengan pengunjung mal, membuat gerakan seperti lompatan ke belakang, putaran dan ayunan sulit untuk dikuasai.
Savika Zahira meluncur dengan anggun melintasi arena es, berbalik dan melompat penuh gaya. Pada usianya yang baru 13 tahun, masih besar harapan dia bisa tampil di ajang Olimpiade. Targetnya terlaga di ajang bergengsi itu pada tahun 2032. Impian jangka panjang, tapi tidak bisa dicapai tanpa adanya sponsor, yang juga sulit diperoleh.
"Saya tadinya berlatih sebagai atlet bulutangkis tapi saat liburan saya mencoba skating dan sejak itu saya mengikuti kursus setiap minggu," kata Savika.
"Jika saya berlatih lebih keras dan menghabiskan lebih banyak waktu serta arena yang dikosongkan untuk berlatih sendiri, saya yakin bisa melakukannya," katanya tentang ambisi tampil di Olimpiade.
Bagi ibu Savika, Iris Purwandari, hal ini juga merupakan tanda kasih sayangnya. "Saya sebagai orang tua juga perlu belajar bagaimana mendukung skater ini," katanya.
"Savika sangat membutuhkan perhatian, fokus dan orang tua yang mau belajar," ujar Iris.
"Jika kita bisa mendapatkan pelatih dari Jepang misalnya, hal itu tentunya akan membantu," tambahnya.
Nurul Ayinie Sulaeman (25) menyadari ia telah melewati puncak karir sebagai skater di usia 17 tahun.
Pada Februari lalu, dia berlaga di ajang Asian Winter Games di Jepang. Ini pertama kalinya Indonesia diwakili dalam ajang tersebut. "Tentu saja, saya nomor satu dari bawah," katanya seraya tertawa.
"Tapi saya sangat bangga dengan diri sendiri karena akhirnya Indonesia berkesempatan mengikuti kompetisi internasional yang sesungguhnya," ujarnya.
Sekarang dia berkomitmen mendampingi atlet lain, mencoba membantu mereka mewujudkan impian bertanding di ajang Olimpiade. Dan semoga suatu hari kelak mereka bisa memiliki arena profesional sendiri untuk berlatih.
Diterbitkan oleh Farid M. Ibrahim dari artikel berbahasa Inggris di sini.