REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Menteri luar negeri Inggris menyebut penyangkalan Rusia atas serangan dengan racun agen syaraf terhadap mantan intelijen semakin tidak masuk akal.
Menlu Inggris Boris Johnson juga mendapat dukungan dari Uni Eropa.
"Penyangkalan Rusia semakin tidak masuk akal," kata Johnson.
Rusia membantah terlibat dalam percobaan pembunuhan Sergei Skripal dan putrinya, Yulia, yang merupakan penggunaan pertama gas syaraf yang diketahui di Eropa sejak Perang Dunia Kedua. Moskow mengumumkan pada pekan lalu, pengusiran 23 diplomat Inggris dalam sebuah respons langsung terhadap keputusan Inggris pekan lalu untuk mengusir 23 diplomat Rusia dari London.
Pada Ahad (18/3), Johnson menuduh Rusia menimbun racun saraf era Soviet yang mematikan atau Novichok, yang digunakan untuk meracuni Skripals. Tuduhan itu dibantah oleh Moskow. Skripal dan putrinya ditemukan tak sadarkan diri di bangku di Kota Salisbury, Inggris, pada 4 Maret dan tetap dalam kondisi kritis di rumah sakit.
Setibanya di pertemuan Brussels pada Senin, menteri luar negeri baru Jerman, Heiko Maas, menyatakan dukungannya untuk Inggris. Seluruh 28 menteri luar negeri Uni Eropa diperkirakan akan mengeluarkan pernyataan bersama mengenai serangan tersebut Senin malam.
Meskipun tidak ada kemungkinan sanksi lebih lanjut terhadap Rusia yang disepakati pada Senin, Perdana Menteri Inggris Theresa May akan memiliki kesempatan untuk mempresentasikan kasusnya pada pertemuan puncak Uni Eropa pada Kamis. Dia juga kemungkinan menyeru negara lain untuk mengusir pulang diplomat.
"Kami perlu memberi tekanan pada Rusia untuk mengambil bagian dalam penyelidikan nyata tentang serangan tersebut," kata Menteri Luar Negeri Belgia Didier Reynders.
Rusia pada Kamis (15/3) membantah keberadaan program Novichok, gas syaraf tingkat-militer yang dikatakan Inggris dikembangkan oleh Rusia. Negara itu mendesak Inggris agar memberikan bukti nyata yang melandasi tuduhannya.