Kamis 28 May 2015 07:49 WIB

PBB: Gelombang Pengungsi Rohingya Masih Berlanjut

Imigran suku Rohingya dari Myanmar berada di perhu mereka yang terdampar di perairan Desa Simpang Tiga, Kecamatan Julok, Aceh Timur, Aceh, Rabu (20/5).
Foto: Antara/Syifa
Imigran suku Rohingya dari Myanmar berada di perhu mereka yang terdampar di perairan Desa Simpang Tiga, Kecamatan Julok, Aceh Timur, Aceh, Rabu (20/5).

REPUBLIKA.CO.ID,  BANGKOK --  Badan pengungsi PBB, UNHCR memperingatkan bahwa data migran yang masih berisiko sakit dan kelaparan di tengah laut masih merupakan perkiraan kasar. Sebelumnya, PBB memperkirakan jumlah migram yang terdampar di lautan mencapai 2.500 jiwa.

"Apa yang kami tahu adalah kedatangan mereka terutama di Indonesia di mana kami mendapat akses penuh dan di Thailand di mana kami juga mendapat akses," kata Vivian Tan, juru bicara UNHCR di Bangkok, Rabu Maam.

"Di Malaysia, data berasal dari pemerintah dan di Myanmar kami punya estimasi. Yang kami tidak yakin adalah mereka yang masih berada di lautan. Ini adalah gabungan pemberitaan media, pengakuan korban selamat dan sumber-sumber lokal lain."

Malaysia yang mengatakan telah menampung 120 ribu imigran gelap dari Myanmar, dan Indonesia pekan lalu mengatakan mereka akan memberikan penampungan sementara bagi para imigran itu, namun masyarakat internasional juga harus ikut menanggung beban untuk penempatan mereka.

Thailand menolak mengizinkan kapal-kapal tersebut mendarat dengan alasan mereka sudah menampung 100 ribu imigran dari Myanmar, namun mengirimkan gugus tugas angkatan laut untuk memberikan bantuan medis di laut.

PBB dan AS mengatakan, pola migrasi yang mematikan melintasi Teluk Benggala akan terus berlanjut sampai Myanmar mengakhiri diskriminasi terhadap Rohingya, kelompok minoritas berjumlah 1,1 juta orang yang kebanyakan tidak memiliki kewarganegaraan dan hidup dalam kondisi seperti era apartheid.

Myanmar membantah tudingan bahwa Rohingya mengalami penyiksaan dan mengatakan bahwa itu bukanlah sumber masalah. Mereka menduga banyak di antara manusia perahu tersebut adalah imigran dari Bangladesh.

UNHCR, IOM dan Kantor PBB untuk urusan Narkoba dan Kejahatan --tiga badan yang diundang dalam pertemuan regional-- berbagi 10 poin rencana aksi dengan pemerintah regional, termasuk usulan untuk mengatasi masalah kewarganegaraan yang merupakan masalah bagi Rohingya di Myanmar maupun Bangladesh.

"Sekali ini, kami menyatukan semua negara yang terkena imbas untuk duduk bersama," kata Tan. "Ini adalah masalah regional yang membutuhkan solusi regional."

Namun beberapa diplomat mengaku ragu mengenai seberapa banyak solusi bisa dicapai di kawasan, di mana keputusan kolektif bisa dibatalkan dengan kebijakan 'non-intervensi' ASEAN atas masalah dalam negeri anggota lain.

"Banyak orang bergantung pada apa yang terjadi di Bangkok untuk sebuah solusi -jangka pendek dan panjang," kata seorang diplomat Barat di kawasan itu.

"Tidak akan tercapai solusi pekan depan. Jika ada lebih banyak pengakuan atas masalah ini, mungkin lebih banyak negara bersedia membantu. Solusi jangka panjang seharusnya ada di Myanmar. Ini adalah isu ASEAN dan harus diselesaikan oleh ASEAN."

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement