REPUBLIKA.CO.ID, TOKYO -- Kelompok penguasa Jepang Perdana Menteri Shinzo Abe menuju kemenangan besar dalam pemilihan umum pada Ahad (22/10), yang memperkuat kesempatannya menjadi perdana menteri terlama di negara tersebut dan menghidupkan kembali dorongannya untuk mengubah undang-undang dasar damai.
Koalisi Demokrat Liberal (LDP) pimpinan Abe ditetapkan meraih 311 kursi, mempertahankan dua pertiga "mayoritas super" di majelis rendah 465 anggota itu, kata jajak pendapat, yang ditunjukkan televisi TBS. Siaran umum NHK juga mengatakan kelompok berkuasa tersebut mencapai mayoritas dua pertiga, meskipun beberapa siaran lain mengabarkan jumlah kursi kelompok itu sedikit di bawah dua pertiga.
Kemenangan tersebut menimbulkan kemungkinan Abe, yang mulai menjabat pada Desember 2012, memiliki masa jabatan ketiga dalam tiga tahun sebagai pemimpin LDP pada September tahun depan dan menjadi perdana menteri terlama di Jepang. Hal tersebut juga berarti strategi pertumbuhan "Abenomik", yang berpusat pada kebijakan moneter hiper-mudah, kemungkinan berlanjut.
Hasil akhir resmi pemilihan tersebut, yang bertepatan dengan waktu topan mendekat ke Jepang, diperkirakan keluar pada Senin. Pasal 9 Konstitusi, yang disusun oleh Amerika Serikat, jika diartikan secara harfiah, melarang keberadaan angkatan bersenjata. Namun, pemerintah Jepang menafsirkannya sebagai mengizinkan militer secara eksklusif untuk membela diri.
Pendukung usul Abe, yang menjelaskan kedudukan mendua militer itu, mengatakan hal tersebut akan mengodifikasikan status quo. Kritikus khawatir hal tersebut akan memperluas kemungkinan peran militer Jepang ke luar negeri.
Abe mengatakan dia tidak akan berpegang pada target yang telah dia luangkan dalam membuat perubahan pada 2020. "Pertama, saya ingin mendiskusikan lebih dalam dan memiliki persetujuan sebanyak mungkin," katanya kepada seorang penyiar televisi. "Kita harus mengutamakan hal itu," tegasnya.
Mitra junior LDP, Komeito, waspada dalam mengubah undang-undang dasar, yang disusun setelah kekalahan Jepang dalam Perang Dunia Kedua. Beberapa partai oposisi menyukai perubahan itu, namun tidak menyetujui rinciannya.