Jumat 27 Oct 2017 00:55 WIB

Penembakan dan Pembakaran Warnai Pemilu Ulang di Kenya

Pemilihan presiden di Kenya diwarnai protes warga di Samaria, Kisumu, Kenya, Kamis (26/10).
Foto: AP Photo
Pemilihan presiden di Kenya diwarnai protes warga di Samaria, Kisumu, Kenya, Kamis (26/10).

REPUBLIKA.CO.ID, KISUMU -- Para pendukung oposisi Kenya bentrok dengan polisi dan membakar barikade-barikade pada Kamis (26/10) untuk menantang legitimasi satu pemilihan yang diulang.

Presiden petahana, Uhuru Kenyatta, diperkirakan akan kembali naik ke tampuk kekuasaan di negara yang memiliki peran penting di bidang ekonomi dan politik di Afrika Timur.

Di Kisumu, kota di bagian barat, kaum muda yang melempar batu bentrok dengan polisi yang melepaskan gas airmata, peluru tajam dan semprotan air.  Dilansir Reuters, para kaum muda ini turun ke jalan-jalan setelah pemimpin oposisi Raila Odinga menyerukan boikot terhadap pemilihan tersebut.

Sejauh ini belum ada laporan korban dan Reuters tak menemukan tempat-tempat pemungutan suara buka.

Di Kibera dan Mathare, dua daerah kumuh di Nairobi, polisi anti huru-hara berpatroli. Para pengunjuk rasa membakar barang-barang di Kibera pada pagi. Hampir 50 orang tewas ketika bentrok dengan aparat keamanan sejak pemungutan suara yang sebenarnya pada Agustus.

Dalam pemungutan suara itu Kenyatta menang tetapi dianulir oleh Mahkamah Agung karena ditemukan kesalahan-kesalahan prosedur. Pemilihan itu diperhatikan secara seksama di Afrika Timur, yang bergantung pada Kenya sebagai pusat logistik dan perdagangan, dan di Barat, yang memandang Nairobi benteng terhadap aktivitas kelompok-kelompok militan di Somalia dan konflik sipil di Sudan Selatan dan Burundi.

Sementara ketegangan merebak di beberapa wilayah yang menjadi kubu oposisi, di kawasan-kawasan lain situasi tenang.

Menteri Dalam Negeri Fred Matiang'i mengatakan kepada Citizen TV bahwa tempat-tempat pemungutan suara buka di lebih 90 persen negara itu, termasuk Kiambu, tempat Kenyatta memberikan suaranya.

"Kami meminta mereka (para pemberi suara) untuk memberikan suara dalam jumlah besar," kata Kenyatta setelah memberikan suara. "Kami lelah sebagai negara yang terkendala oleh pemilihan dan saya pikir kini saatnya kita bergerak maju."

Jika beberapa wilayah gagal menyelenggarakan pemilihan-pemilihan, ketakstabilan politik di negara itu yang terpecah karena perbedaan etnis dapat berlangsung lama.

Pada Rabu, Mahkamah Agung dijadwalkan mendengarkan satu perkara yang berusaha menangguhkan pemilihan tetapi tak dapat bersidang setelah lima dari tujuh hakimnya tak muncul.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement