Kamis 16 Nov 2017 09:30 WIB

Tillerson Pertimbangkan Sanksi Individual untuk Myanmar

Rep: Fira Nursya'bani/ Red: Ani Nursalikah
Menteri Luar Negeri AS Rex Tillerson (kiri) dan Menlu Myanmar Aung San Suu Kyi saat konferensi pers bersama di Naypyitaw, Myanmar, Rabu (15/11).
Foto: AP Photo/Aung Shine Oo
Menteri Luar Negeri AS Rex Tillerson (kiri) dan Menlu Myanmar Aung San Suu Kyi saat konferensi pers bersama di Naypyitaw, Myanmar, Rabu (15/11).

REPUBLIKA.CO.ID, NAYPYITAW -- Menteri Luar Negeri AS Rex Tillerson mengatakan AS akan mempertimbangkan sanksi individu terhadap orang-orang yang bertanggung jawab atas kekerasan terhadap Muslim Rohingya. Namun dia tidak menyarankan adanya sanksi ekonomi terhadap seluruh negara.

"Semua harus berdasarkan bukti. Jika kita memiliki informasi yang kredibel yang menurut kita sangat dapat diandalkan mengenai orang-orang tertentu yang bertanggung jawab atas tindakan tertentu, maka sanksi yang ditargetkan pada individu sangat mungkin dilakukan," kata Tillerson di Naypyitaw, Rabu (15/11).

Dalam kunjungannya ke Myanmar itu, Tillerson juga mengungkapkan keprihatinan AS atas laporan tentang kekejaman yang dilakukan oleh pasukan keamanan Myanmar. Ia meminta dilakukannya penyelidikan independen dalam krisis kemanusiaan yang telah membuat ratusan ribu Muslim Rohingya melarikan diri ke Bangladesh

Tillerson juga bertemu dengan pemimpin militer Myanmar, Min Aung Hlaing, yang bertanggung jawab atas operasi di Rakhine. Meskipun Suu Kyi telah menjadi kepala pemerintahan Myanmar secara de facto sejak 2015, dia dibatasi oleh undang-undang yang ditulis oleh junta militer yang telah memerintah Myanmar selama beberapa dekade.

"Saya tidak diam. Orang mengatakan kata-kata saya tidak menarik. Tapi saya tidak ingin mengatakan sesuatu yang menarik, saya mengatakan sesuatu yang akurat, agar orang tidak saling bertengkar. Yang bertujuan menciptakan keharmonisan dan masa depan yang lebih baik bagi semua orang. Tidak membedakan orang satu sama lain," ujar Suu Kyi.

AS: Sanksi Terhadap Myanmar tak Selesaikan Krisis Rohingya

 

sumber : AP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement