Ahad 17 Dec 2017 02:27 WIB

Wartawan Myanmar Aksi Protes Penangkapan 2 Wartawan Reuters

Pengungsi Rohingya di Bangladesh.
Foto: EPA-EFE/TRACEY NEARMY
Pengungsi Rohingya di Bangladesh.

REPUBLIKA.CO.ID, YANGON — Sekelompok wartawan Myanmar mengatakan mereka akan mengenakan kaos kemeja hitam sebagai protes atas penangkapan dua wartawan Reuters yang dituduh melanggar Undang-Undang Rahasia Resmi negara itu.  Tekanan atas Myanmar agar membebaskan keduanya juga terus meningkat. 

Komite Perlindungan bagi Wartawan Myanmar, kelompok wartawan lokal yang telah berunjuk rasa terhadap penuntutan wartawan, melukiskan "penangkapan-penangkapan tersebut tidak adil yang berdampak pada kebebasan media". Dalam sebuah pernyataan di Facebook, komite itu mengatakan para anggotanya akan mengenakan kaos kemeja hitam "untuk menandakan masa gelap kebebasan media" di Myanmar. 

Mereka menuntut pembebasan segera dan tanpa syarat kedua wartawan itu, Wa Lone, 31 tahun, dan Kyaw Soe Oo, 27 tahun. "Para wartawan dari seluruh negeri diminta untuk ikut serta dalam Kampanye Hitam," demikian grup tersebut. Ditambahkan, komite itu juga akan menyelenggarakan protes-protes resmi dan doa.

Belum jelas berapa besar dukungan yang kelompok itu akan peroleh dari para wartawan Myanmar. 

Wartawan video A Hla Lay Thu Zar, salah seorang anggota komite eksekutif kelompok tersebut yang berjumlah 21 orang, mengatakan Komite Perlindungan bagi Wartawan Myanmar dibentuk menanggapi penahanan editor sebuah surat kabar pada Juni lalu. Penahanan itu lantaran penyiaran sebuah kartun yang membuat militer negara itu tersinggung. 

"Seorang wartawan harus punya hak untuk mendapatkan informasi dan menulis berita sesuai etika," ujar A Hla Lay Thu Zar merujuk ke kasus dua wartawan Reuters itu.

Myo Nyunt, seorang deputi direktur di Kementerian Informasi Myanmar, mengatakan kepada Reuters bahwa kasus tersebut tak ada kaitan dengan kebebasan pers. "Ini terkait dengan Undang-Undang Rahasia Resmi," kata dia. 

Dia mengatakan para wartawan hendaknya dapat memberitahu apa yang rahasia dan apa yang tidak. “… Kami sudah punya kebebasan pers. Sudah ada kebebasan untuk menulis dan berbicara... Sudah ada kebebasan pers jika Anda mengikuti aturan-aturan,” kata dia. 

Ketika ditanya tentang "kampanye hitam" para wartawan lokal, ia berkata, tiap orang dapat menyampaikan perasaan-perasaannya.

Tekanan dari berbagai negara

Kedua wartawan itu menghilang pada Selasa (19/12) malam setelah diundang makan bersama perwira polisi di pinggiran Yangon, kota terbesar di Myanmar. Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Rex Tillersen, Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres, Presiden Parlemen Eropa Antonio Tajani dan para pejabat pemerintah dari Inggris, Kanada, Bangladesh dan Swedia telah menyerukan pembebasan mereka.

Kedua wartawan itu bekerja di Reuters untuk meliput sebuah krisis yang menimpa 655 ribu Muslim Rohingya. Mereka melarikan diri dari penumpasan militer yang bengis terhadap para militan di negara bagian Rakhine.

Kementerian Informasi menyatakan kedua wartawan tersebut telah "secara ilegal memperoleh informasi dengan tujuan membaginya ke media asing", dan menyiarkan sebuah foto keduanya yang sedang diborgol.

 

sumber : Antara/Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement