REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Lida Puspaningtyas
Perkenalkan, namanya Aina Gamzatova. Muslimah asal Dagestan ini tampil mengenakan hijab. Namun, ia lantang ingin menantang calon unggul pemilihan presiden (pilpres) Rusia mendatang: Presiden Vladimir Putin.
Keikutsertaan Gamzatova dalam bursa pemilihan presiden Rusia pada Maret mendatang bukan semata mencari kemenangan. Sebab, meski seluruh Muslim di Rusia memilihnya, itu tak langsung menjadikannya orang nomor satu.
Komunitas Muslim menempati jumlah 20 juta orang dari total populasi 140 juta jiwa Rusia. "Tentu saja ia tidak akan menjadi presiden, bahkan mendiskusikannya saja rasanya bodoh," kata seorang bloger populer asal Dagestan, Zakir Magomedov.
Meski demikian, Gamzatova kemungkinan besar akan mendapatkan suara mayoritas di Dagestan dan Kaukasus Utara. Ini artinya, suara Putin akan terpecah.
"Ia tentu akan mendapatkan suara mayoritas dan Putin tidak akan mendapatkan 146 persen suara seperti biasanya," kata Magomedov sambil bercanda menyinggung persentase loyalis Putin.
Vladimir Putin sudah terkenal bisa menang dengan mudah. Ia selalu mendapatkan mayoritas suara. Tidak pernah ada orang yang bisa imbang melawannya.
Pengamat politik lain yang juga direktur lembaga thinktank Conflict Analysis and Prevention Centre, Ekaterina Sokirianskaia, melihat keberadaan Gamzatova sebagai penambah keberagaman dalam bursa yang didominasi pria.
"Ini lebih pada langkah eksklusif. Lebih banyak perbedaan kandidat, khususnya perempuan, akan lebih baik. Jika dia perempuan Muslim, mengapa tidak?" kata Sokirianskaia.
Sejauh ini, pernyataan Gamzatova dalam pencalonannya cukup terbatas. Ia juga tidak merespons permintaan wawancara dari Aljazirah. Namun, dalam unggahannya di Facebook, ada kalimat yang bagus:
"Negara kita, Rusia, adalah rumah kita. Dan jika kita membagi-bagi ke dalam Muslim, Kristen, orang Kaukasus, dan orang Rusia, pemerintah kita tidak akan ada," kata Gamzatova.
Ia tidak ingin pencalonannya dilihat sebagai upaya Muslim untuk menjadi lawan Vladimir Putin, melainkan keinginannya untuk mengumumkan pada publik dan mendukung posisi anti-Wahabi di level federal.
Aljazirah melansir bahwa tujuan kampanye Gamzatova sudah jelas, bahwa ia ingin Kremlin lebih tegas pada pihak yang ingin mendirikan negara terpisah di Kaukasus Utara di bawah hukum Islam.
Berkembangnya kelompok bersenjata pada awal 1990-an telah menjadi perhatian besar baginya. Ketika ratusan Muslim bergabung dengan separatis di wilayah Chechnya. Sejak 2013, mereka mulai upaya beraliansi dengan ISIS dan kelompok lain di Suriah dan Irak.
Gamzatova yakin permasalahan ini sulit sekali dipecahkan. Meski demikian, otoritas regional saat ini sedang mencoba memulai dialog dengan mereka.
Sosok Aina
Gamzatova ingin melihat polarisasi suara ketika ia maju untuk Maret nanti. Perempuan 46 tahun ini merupakan salah satu tokoh Muslim penting di Rusia.
Ia mengepalai perusahaan media terbesar di Rusia, Islam.ru yang terdiri dari televisi, radio, cetak, juga tulisan buku Islam. Gamzatova juga menjalankan sebuah lembaga amal.
Suaminya saat ini, Akhmad Abdulaev adalah seorang imam besar di Dagestan. Gamzatova sendiri dekat dengan aliran Sufi yang punya ratusan ribu pengikut. Pemimpinnya, Said-Afandi Chirkavi tewas dalam serangan bom bunuh diri di Kaukasus pada 2012.
Suami pertama Gamzatova adalah seorang pemimpin Muslim bernama Said Muhammad Abubakarov. Ia tewas di dalam mobilnya yang meledak pada 1998. Tidak pernah diketahui siapa yang membunuhnya.
Gamzatova sering menyebut musuhnya sebagai Wahabbi. Dalam buku-buku dan pidato-pidatonya, ia menyebut mereka haus darah. Ancaman pembunuhan dan kematian sering ia juga tokoh-tokoh Sufi dapatkan.
Pencalonan Gamzatova menjadi buah bibir di antara komunitas Muslim Rusia. Banyak yang menyesalkan, banyak juga yang memuji. Pihak kontra mengatakan, seharusnya ia tidak keluar dari jangkauan suaminya.
Sementara, pihak pro menyebutnya pemberani. Banyak pihak juga menilai bahwa keputusannya ini ingin meningkatkan citra perempuan Muslim Rusia. Juga ingin orang melihat wilayah Dagestan yang sangat butuh perhatian.
Wilayah ini terkenal kumuh, terlalu padat populasi, multietnis, dan sering terjadi konflik. "Meskipun dia kalah, orang-orang akan tahu perempuan berkerudung itu tidak hanya ibu, perempuan tapi juga terpelajar, bijak dan terhormat," kata seorang mantan juara tinju Olimpiade yang juga wakil menteri olahraga Dagestan, Gaidarbek Gaidarbekov.