Ahad 19 Nov 2017 11:20 WIB

Kantor Organisasi Pembebasan Palestina di AS Terancam Tutup

Rep: Marniati/ Red: Nur Aini
Ketua Organisasi Pembebasan Palestina (PLO), Yasser Arafat kembali ke Jalur Gaza pada 1 Juli 1994, setelah 27 tahun diasingkan di Mesir.
Foto: CNN
Ketua Organisasi Pembebasan Palestina (PLO), Yasser Arafat kembali ke Jalur Gaza pada 1 Juli 1994, setelah 27 tahun diasingkan di Mesir.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Pejabat Palestina mengancam akan membekukan semua komunikasi dengan AS jika pihak administrasi Trump menutup kantor Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) di Washington DC. Dilansir dari Aljazirah, Ahad (19/11), perunding senior Palestina Saeb Erekat mengatakan Departemen Luar Negeri AS telah menyampaikan kepada PLO bahwa organisasi tidak dapat memperpanjang izin operasi untuk kantor diplomatik organisasi tersebut di ibu kota Amerika Serikat.

Erekat mengatakan langkah Departemen Luar Negeri tersebut sebagai tanggapan atas keputusan Palestina untuk bergabung dengan Pengadilan Pidana Internasional (ICC), dan mengajukan berkas untuk penyelidikan kejahatan perang Israel, termasuk permukiman terhadap orang-orang Palestina.

Pejabat senior PLO mengatakan organisasi tersebut telah mengirim sebuah surat kepada pemerintah AS yang secara resmi menginformasikan bahwa semua jalur komunikasi dengan administrasi Trump akan terputus jika rencana administrasi Trump terealisasi.

"Ini sangat disayangkan dan tidak dapat diterima. Ini adalah tekanan yang diberikan pada pemerintahan AS oleh pemerintah Benjamin Netanyahu sementara kita berusaha mencapai kesepakatan akhir," kata Erekat.

Menurutnya, apa yang dilakukan pemeritahan Trump akan melemahkan keseluruhan proses perdamaian. PLO dikenal oleh masyarakat internasional, termasuk PBB, sebagai perwakilan rakyat Palestina. Setiap enam bulan sekali, Departemen Luar Negeri menandatangani surat pengesahan yang membuat kantor PLO tetap terbuka di Washington. Izin operasional kantor akan berakhir bulan ini.

Dalam sebuah komentar kepada Aljazirah, juru bicara Dewan Keamanan Nasional Gedung Putih (NSC) mengatakan langkah tersebut tidak berarti bahwa kantor PLO akan ditutup secara permanen. Dia menambahkan Presiden AS Donald Trump memiliki waktu 90 hari untuk menentukan apakah orang-orang Palestina telah melakukan negosiasi langsung dengan Israel.

Sejak Trump terpilih lebih dari setahun yang lalu, dia tidak membuat kemajuan dalam menjanjikan kesepakatan damai antara pejabat Palestina dan Israel. Sebaliknya, permukiman ilegal Israel di wilayah Palestina telah berkembang secara eksponensial dan untuk pertama kalinya dalam dua dekade, sebuah pemukiman baru Israel sedang dibangun di Tepi Barat.

Juru bicara kepresidenan Palestina,Nabil Abu Rudeina mengatakan tindakan AS yang bertujuan untuk menutup kantor PLO merupakan langkah yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah hubungan AS-Palestina. Dia menambahkan kebijakan tersebut merupakan pukulan bagi usaha proses perdamaian dengan memberi penghargaan kepada Israel, yang berupaya menghalangi usaha AS dengan bertahan dalam kebijakan permukiman dan penolakannya untuk menerima solusi dua negara.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement