REPUBLIKA.CO.ID, MANAMA -- Bahrain dan Israel telah resmi berdamai serta menjalin hubungan diplomatik formal pada Ahad (18/10). Dalam perjanjian yang ditandatangani kedua negara, komitmen mencapai solusi untuk konflik Israel-Palestina tetap dicantumkan.
Perjanjian damai tersebut ditandatangani penasihat keamanan nasional Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, Meir Ben-Shabbat, dan Menteri Luar Negeri Bahrain Abdullatiif bin Rashid Al-Zayani di Manama. Dalam perjanjian tersebut, kedua negara berjanji untuk tidak mengambil tindakan permusuhan satu sama lain. Selain itu mereka berkomitmen melawan tindakan permusuhan oleh negara pihak ketiga.
Dokumen perjanjian juga menyatakan kedua negara bakal melanjutkan upaya mereka mencapai resolusi yang adil, komprehensif, dan langgeng untuk konflik Israel-Palestina. Namun tak termaktub secara eksplisit apakah resolusi itu akan berakhir dengan pembentukan negara Palestina merdeka.
Dalam pidato setelah penandatanganan perjanjian, Al-Zayani mendorong agar Israel dan Palestina melanjutkan dialog. “Masalah Palestina harus diselesaikan melalui negosiasi langsung antara kedua belah pihak untuk mencapai solusi yang memuaskan kedua belah pihak serta menghasilkan solusi dua negara, sesuai dengan prinsip Inisiatif Perdamaian Arab dan hukum internasional yang relevan,” ujarnya, dikutip laman Times of Israel.
Sementara itu Ben-Shabbat memuji perjanjian damai yang telah resmi antara Israel dan Bahrain. Menurutnya itu menjadi langkah pertama dalam perdamaian yang akan ditempa kedua negara.
Dia berterima kasih kepada Pemerintah Bahrain karena telah menyambut delegasi negaranya dengan begitu hangat. Ben-Shabbat berjanji delegasi Bahrain akan menerima perlakuan serupa jika berkunjung ke Israel.
“Kami memulai hari sebagai teman dan kami menyimpulkannya sebagai anggota keluarga - anggota keluarga Abraham,” katanya, mengacu kepada Abraham Accord yang ditandatangani bulan lalu.
Pada 15 September lalu, Netanyahu, Al-Zayani, dan Menteri Luar Negeri Uni Emirat Arab (UEA) Sheikh Abdullah bin Zayed Al Nahyan menandatangani Abraham Accord di Gedung Putih, Amerika Serikat (AS). Itu menandai terjalinnya normalisasi diplomatik antara ketiga negara.
AS merupakan mediator yang membantu terwujudnya hal tersebut. Presiden AS Donald Trump mengklaim masih terdapat beberapa negara Arab lainnya yang akan mengikuti langkah UEA dan Bahrain. Dia pun berharap Arab Saudi dapat turut melakukan normalisasi dengan Israel.
Palestina telah mengecam normalisasi diplomatik Israel, Bahrain, dan UEA. Ia memandang langkah yang diambil Manama dan Abu Dhabi sebagai sebuah pengkhianatan.