REPUBLIKA.CO.ID, BRUSSELS -- Organisasi Pertahanan Atlantik Utara (NATO) memperpanjang masa jabatan Sekretaris Jenderal Jens Stoltenberg selama satu tahun. NATO memilih mempertahankan pemimpin berpengalaman selama perang di Ukraina dibanding mencoba mencari kesepakatan mencari penggantinya.
Stoltenberg yang merupakan mantan Perdana Menteri Norwegia sudah memimpin NATO sejak 2014. Masa jabatannya sudah tiga kali diperpanjang.
Keputusan ini artinya kepemimpinan NATO berlanjut saat 31 negara anggota masih menghadapi tantangan dalam mendukung Ukraina melawan invasi Rusia. Sambil menghindari konflik langsung dengan pasukan Rusia.
Di NATO, Stoltenberg dikenal sebagai pemimpin yang kokoh dan pembangun konsensus yang sabar. Dalam cicitannya Stoltenberg mengatakan ia merasa terhormat dengan keputusan memperpanjang masa jabatannya sampai 1 Oktober 2024.
"Ikatan transatlantik antara Eropa dan Amerika Utara telah memastikan kebebasan dan keamanan kami selama hampir 75 tahun, dan di dunia yang semakin berbahaya, aliansi kami lebih penting dibandingkan sebelumnya," kata Stoltenberg, Selasa (4/7/2023).
Para diplomat dan pengamat memuji Stoltenberg atas keberhasilannya menyatukan NATO dalam menghadapi masalah Ukraina, menyeimbangkan antara yang meminta dukungan maksimal dan negara-negara yang khawatir dengan kemungkinan konflik global.
"Negara anggota NATO memutuskan dengan cukup logis sekretaris jenderal yang terbaik di pasar saat ini adalah yang sudah mereka miliki, pengalaman penting terutama di masa yang paling menguji dalam sejarah NATO," kata mantan pejabat senior NATO yang kini bekerja untuk lembag think-tank Chatham House, Jamie Shea.
Tugas Stoltenberg berikutnya adalah mengawasi transformasi pasukan NATO dengan mengubah fokus ke serangan Rusia. Setelah puluhan tahun aliansi itu lebih berkonsentrasi pada misi-misi di luar perbatasan seperti di Afghanistan dan Balkan.
Ia juga harus mengelola perbedaan mengenai bagaimana NATO terlibat di AS. Ketika Amerika Serikat (AS) menekan agar NATO lebih banyak berperan dalam menahan pengaruh Cina. Sementara negara anggota lainnya seperti Prancis mendesak NATO fokus di wilayah Atlantik Utara.
Stoltenberg juga banyak dipuji berhasil memandu NATO ditengah gejolak selama masa kekuasaan mantan Presiden Donald Trump. Saat muncul spekulasi AS akan keluar dari NATO.
Namun sejumlah pejabat NATO merasa tahun ini sudah waktunya aliansi pertahanan itu dipimpin pemimpin baru. Pada Februari lalu Stoltenberg mengatakan ia tidak ingin memperpanjang lagi masa jabatannya.
Para diplomat dan politisi membahas mengenai calon penggantinya. Beberapa berpendapat sudah waktu NATO dipimpin perempuan. Sementara yang lain saatnya aliansi itu memiliki sekretaris jenderal pertama dari Eropa timur.
Menteri Pertahanan Inggris Ben Wallace mendeklarasikan ia menginginkan jabatan itu. Perdana Menteri Denmark Mette Frederiksen dianggap calon kuat. Tapi dihadapan publik ia bersikeras bukan kandidat sekretaris jenderal NATO.
Namun menjelang pertemuan NATO di Vilnius, Lithuania, pada 11 dan 12 Juli para diplomat tidak mencapai kesepakatan siapa pengganti Stoltenberg. Sehingga NATO dan terlebih negara paling berpengaruh di aliansi itu yakni AS, memilih memperpanjang masa jabatan Stoltenberg.