REPUBLIKA.CO.ID,BAGHDAD--Alqaidah menyatakan mendalangi serangan akhir pekan terhadap Bank Sentral Irak yang melibatkan pembom bunuh diri yang menyamar dengan memakai seragam militer yang menewaskan 18 orang, kata situs forum jihad.Sebuah pernyataan dari Negara Islam Irak, kelompok Al-Qaeda di Irak, mengatakan, penyerbuan Minggu terhadap bank di Baghdad itu melibatkan lima pembom, yang semuanya meledakkan diri mereka selama serangan yang berlangsung empat setengah jam itu.
"Hanya lima orang yang bersenjatakan senapan dan memakai rompi peledak dan membawa bom menyerbu pagar keamanan bank," kata pernyataan itu, yang dipasang Rabu larut malam di situs foum jihad Hanein. "Bangunan itu dikuasai dalam waktu kurang dari 30 menit, dan semua sasaran di dalam dihancurkan dengan tepat," katanya.
Penyerbuan mulai terjadi ketika seorang penyerang bunuh diri yang mengenakan seragam kapten angkatan darat meledakkan bom di dekat bangunan itu, yang menjatuhkan sejumlah korban dan menyulut tembak-menembak dengan pasukan keamanan.
Sebagian besar dari ke-18 korban tewas dan 55 korban cedera sebelum berakhirnya pengepungan itu adalah pegawai bank, menurut keterangan yang dikeluarkan Senin oleh Mayor Jendral Qassim Atta, juru bicara komando keamanan di Baghdad, ibukota Irak.
"Bentrokan dengan pasukan keamanan yang berusaha memasuki gedung itu berlangsung empat jam, sampai (gerilyawan) kehabisan amunisi" dan meledakkan diri mereka, kata pernyataan Al-Qaeda itu.
Alqaidah mengatakan, para pembom itu membunuh atau melukai 100 orang dalam serangan Minggu itu.
Dalam kekerasan lain Minggu, dua polisi tewas ditembak oleh gerilyawan di kota bergolak Mosul, 350 kilometer sebelah utara Bahgdad, kata seorang pejabat keamanan.
Ketidakpastian politik setelah pemilihan umum 7 Maret telah menyulut peningkatan kekerasan dalam dua bulan terakhir. Menurut data pemerintah, 337 orang tewas dalam kekerasan pada Mei. Kekerasan di Irak mencapai puncaknya antara 2005 dan 2007, kemudian menurun tajam, dan serangan-serangan terakhir itu menandai terjadinya peningkatan.
Hampir 400 orang tewas dan lebih dari 1.000 lain cedera tahun lalu dalam serangan-serangan bom terkoordinasi di sejumlah gedung pemerintah, termasuk kementerian-kementerian keuangan, luar negeri dan kehakiman pada Agustus, Oktober dan Desember.
Pemilihan umum pada 7 Maret tidak menghasilkan pemenang yang jelas dan bisa memperdalam perpecahan sektarian di Irak, yang menimbulkan kekhawatiran mengenai peningkatan kekerasan ketika para politikus berusaha berebut posisi dalam pemerintah koalisi yang baru.
Seorang jendral senior AS dalam wawancara dengan AFP beberapa waktu lalu memperingatkan, gerilyawan mungkin akan melancarkan serangan-serangan yang lebih mengejutkan seperti pemboman dahsyat di Baghdad pada 25 Oktober, menjelang pemilihan umum Maret.
Mayor Jendral John D. Johnson mengatakan bahwa meski situasi keamanan akan stabil pada pertengahan tahun ini, kekerasan bermotif politis yang bertujuan mempengaruhi bentuk pemerintah mendatang merupakan hal yang perlu dikhawatirkan. Dua serangan bom bunuh diri menewaskan 153 orang di Baghdad pusat pada 25 Oktober.
Rangkaian serangan dan pemboman sejak pasukan AS ditarik dari kota-kota di Irak pada akhir Juni telah menimbulkan pertanyaan mengenai kemampuan pasukan keamanan Irak untuk melindungi penduduk dari serangan-serangan gerilya seperti kelompok militan Sunni Alqaidah.
Pemboman di Baghdad dan di dekat kota bergolak Mosul tampaknya bertujuan mengobarkan lagi kekerasan sektarian mematikan antara orang-orang Sunni dan Syiah yang membawa Irak ke ambang perang saudara.Meski ada penurunan tingkat kekerasan secara keseluruhan, serangan-serangan terhadap pasukan keamanan dan warga sipil hingga kini masih terjadi di Kirkuk, Mosul dan Baghdad.
Banyak orang Irak juga khawatir serangan-serangan terhadap orang Syiah akan menyulut lagi kekerasan sektarian mematikan antara Sunni dan Syiah yang baru mereda dalam 18 bulan ini. Puluhan ribu orang tewas dalam kekerasan sejak invasi pimpinan AS ke Irak pada 2003.