Kamis 30 Dec 2010 04:08 WIB

Walah, Calo Organ Tubuh Berkeliaran di Nepal

Perdesaan miskin Nepal, sasaran calo organ tubuh
Foto: .
Perdesaan miskin Nepal, sasaran calo organ tubuh

REPUBLIKA.CO.ID, KAVRE--Tujuh tahun lalu, petani Nepal Madhab Parajuli menghadapi pilihan sulit: kehilangan lahan pertaniannya yang sempit karena utang yang menumpuk atau menjual satu ginjalnya kepada calo organ tubuh.

Dalam keadaan putus asa, Parajuli menerima tawaran sang calo senilai 100 ribu rupe (1.400 dolar AS) dan pergi ke India untuk menjalani operasi pengambilan organ --keputusan yang sekarang ia sesali. "Saya tidak dibayar hingga saya kembali ke Nepal, dan saya hanya menerima sepertiga dari yang dijanjikan," kata pria berusia 36 tahun itu kepada AFP di rumahnya di desa Jyamdi sekitar 50 Km sebelah timur ibu kota Kathmandu. "Saya kehilangan lahan saya dan bila saya tahu apa yang akan terjadi pada saya sekarang, tidak mungkin saya mau menjual ginjal saya."

Parajuli yang ditelantarkan keluarganya setelah ia kehilangan semua hartanya terlihat lemah dan lesu. Sekarang sebagai buruh harian, ia katakan bahwa pekerjaan berat sangat sulit dilakukan. "Saya sering merasakan sakit di sini," katanya menunjuk pada bekas operasi sepanjang 15 cm di sisi sebelah kanannya.

Undang-undang Nepal menyebutkan bahwa transplantasi ginjal hanya dibolehkan bila organ tersebut diberikan oleh saudara yang punya hubungan darah atau pasangan pasien.

Namun UU India lebih longgar dengan membolehkan orang yang bukan saudara memberikan organ "tanpa kasih sayang", bila disetujui oleh komite medis --proses pemeriksaan yang kerap dicurangi.

Semua orang tahu bahwa ada orang yang sudah memberikan satu ginjalnya di Jyamdi, salah satu tempat dari desa miskin di Nepal yang menjadi pusat bagi pedagang organ karena kedekatannya dengan Kathmandu dan perbatasan India.

Kebanyakan warga desa itu bekerja sebagai petani namun banyak yang tidak dapat menghasilkan makanan yang cukup untuk sepanjang tahun dan terpaksa untuk mencari kerja di Kathmandu atau negara tetangga India.

"Pedagang organ mendatangai desa-desa untuk mencari donor miskin seperti Madhab," kata mantan kepada desa Krishna Bahadur Tamang kepada AFP. "Warga di sini miskin dan tidak berpendidikan sehingga mudah melakukannya, namun dalam banyak kasus mereka hanya mendapat sedikit bagian dari uang yang dijanjikan kepada mereka."

Beberapa bahkan terpikat hingga masuk ke India karena cerita buatan dan baru diberitahu tujuan sebenarnya mengenai perjalanan mereka saat sudah melewati perbatasan.

Hal itulah yang terjadi pada Mohan Sapkota yang tadinya diberitahu bahwa ia akan dibayar karena menemani seorang warga Nepal yang sakit ginjal pergi ke India untuk menjalani pengobatan.

Ia menjadi curiga saat pedagang organ memberitahunya bahwa ia akan melakukan tes darah dan pemeriksaan kesehatan sebelum perjalanan namun hal tersebut terjadi setelah ia sampai di kota sebelah selatan India, Chennai, saat alasan sebenarnya disampaikan.

"Saya tidak memiliki uang dan harta dan pedagang berjanji untuk membayar pendidikan anak-anak saya, sehingga saya menyetujui untuk memberi satu ginjal," kata Sapkota (43) kepada AFP. "Namun yang terjadi saya hanya mendapat 60 ribu rupe".

Sosiolog Ganesh Gurung melakukan penelitian mengenai perdagangan ginjal di distrik Kavre, lokasi desa-desa tersebut. "Posisi donor sangat lemah di India, mereka kerap tidak mengerti bahasa dan hanya punya sedikit daya tawar," katanya. "Dan saat mereka kembali ke desa, banyak di antara mereka yang menghabiskan uang itu untuk alkohol."

Survei yang dilakukan oleh organisasi non-pemerintah pada 2009 menyatakan 300 orang di Kavre menjual satu ginjalnya. Tidak ada data statistik resmi yang tersedia namun banyak pihak yakin bahwa angka sebenarnya lebih besar.

Banyak layanan organ di India bagi warga asing sehingga dijuluki sebagai "turisme transplantasi".

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement