REPUBLIKA.CO.ID, ABIDJAN--Pemerintah Pantai Gading pimpinan Laurent Gbagbo yang mendapat tekanan telah mengusir duta besar Inggris dan Kanada setelah kedua negara itu mengatakan mereka tidak lagi menerima duta besarnya, televisi negara melaporkan Kamis.
"Melalui penerapan prinsip-prinsip hubungan diplomatik pemerintahan timbal-balik, kementerian ini menginformasikan pada Madame Marie Isabelle Massip bahwa pengangkatannya sebagai duta besar Kanada di Pantai Gading telah berakhir," jurubicara kementerian luar negeri Pantai Gading Ahoua Don Mello mengatakan.
"Untuk alasan yang sama, kementerian luar negeri memberitahu duta besar Nicholas James Westcott bahwa akreditasinya sebagai duta besar Inggris dan Irlandia Utara juga telah berakhir," katanya, membacakan sebuah pernyataan.
Hak (istimewa) dan kekebalan diplomatik mereka akan berlaku hingga mereka meninggalkan Pantai Gading atau hingga sejumlah waktu yang pantas berlalu bagi mereka untuk pergi, jelas jurubicara itu.
London pada 31 Desember lalu menyatakan bahwa negara itu tidak lagi mengakui duta besar yang ditunjuk oleh Gbagbo, Philippe D Djangone-Bi, dan bahwa negara itu hanya akan mengakui duta besar baru yang ditunjuk oleh saingan Gbagbo yang diakui secara internasional, Alassane Ouattara.
Keputusan itu dibuat sesuai dengan keputusan yang diambil oleh rekan-rekan Inggris anggota Uni Eropa.
Seperti halnya London, Ottawa menyatakan pada 29 Desember, negara itu tidak lagi mengakui utusan Gbagbo untuk Kanada, Louis L.B. Bon, dan bahwa negara itu hanya akan menerima seorang kepala misi baru yang ditunjuk oleh Ouattara.
Gbagbo telah mendapat tekanan yang meningkat untuk mundur menyusul putaran kedua pemilihan presiden 28 Nobember yang dunia katakan talah dimenangkan oleh Ouattara, yang telah selama beberapa pekan dikepung oleh pasukan Gbagbo di sebuah hotel di ibukota perdagangan Pantai Gading, Abidjan.
Tidak jelas dengan segera apakan London dan Ottawa akan membalas langkah Gbagbo itu dengan pengusiran yang sama, mengingat kedua negara itu sudah tidak lagi mengakui pemerintah Gbagbo, termauk dua besarnya.