REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Ahava bukan barang baru bagi segelintir kaum wanita Indonesia. meski tak banyak dijumpai di pasaran, mereka bisa mendapatkannya saat melancong ke luar negeri atau membeli via situs belanja online.
Sebuah toko kosmetik online dalam negeri, memajang Ahava dalam aneka produk. Harganya terbilang lumayan, setidaknya dibanding beberapa merek ternama lainnya. Masker lumpur menjadi andalannya, selain produk-produk lain yang terdiri atas pembersih wajah, perawatan sehari-hari, perawatan mata, tabir surya, hingga produk perawatan rambut.
Seorang pengguna Ahava, sebut saja namanya Melia, mengaku mendapatkan produk itu dengan membeli ke sebuah toko kosmetik online dalam negeri. Harga produknya bervariasi, mulai puluhan hingga ratusan juta rupiah. Alasan menggunakan produk itu sederhana saja, "Pengen beda aja," ujarnya.
Lain lagi Yunita. Ia berkenalan dengan Ahava saat berlibur ke Israel tahun lalu. Atas rekomendasi teman, ia memborong beberapa produk.
Ia melihat, tak ada yang istimewa pada produk itu. "Maskernya ya seperti lulur keluaran X -- ia menyebut nama merek kosmetik lokal -- bedanya hanya yang di sini bau jamu yang di sana bau wangi," ujarnya.
Ia mengaku tak tahu-menahu dengan asal produk itu. Ketika ia diberitahu kosmetika itu hasil olahan Israel yang diboikot di banyak negara, ia terlihat kaget.
Seperti diberitakan sebelumnya, jaringan ritel John Lewis di Inggris memutuskan untuk memboikot produk kecantikan Ahava Dead Sea asal Israel. Aksi serupa telah lebih dulu dilakukan di sejumlah negara, antara lain Prancis dan Belanda.
Di Prancis, kampanye untuk memboikot Ahava telah memasuki fase baru dengan tak hanya memboikot tapi juga melakukan tindakan hukum terhadap jaringan ritel kosmetik Sephora yang menjalin kontrak dengan perusahaan itu.
Ahava memproduksi kosmetik di sebuah pabrik di permukiman Mitzpe Shalem yang ilegal di Tepi Barat. Wilayah ini adalah milik Bangsa Palestina. Mereka terusir dari wilayah itu dan kini dikuasai Israel untuk permukiman baru.