REPUBLIKA.CO.ID, PARIS-- Menteri Luar Negeri Prancis, Michele Alliot-Marie, akan mengundurkan diri Ahad setelah pulang dari kunjungan resmi ke Kuwait. Hal ini dibisikkan rekan Alliot-Marie, yang juga seorang menteri dengan kondisi identitasnya dirahasiakan.
Alliot-Marie telah menjadi terlibat dalam serangkaian skandal mengenai hubungan kontroversialnya dengan Tunisia, tempat ia melakukan liburan pada saat pergolakan rakyatnya.
Keluarganya juga mengakui telah membeli saham di sebuah perusahaan dari seorang pengusaha Tunisia yang diduga dekat dengan rezim Zine El Abidine Ben Ali yang juga memberinya perjalanan pesawat gratis pada saat liburan Desember lalu ketika pemberontakan terhadap Ben Ali berlangsung.
Pada Sabtu dini hari Alliot-Marie mengatakan ia berkomitmen sepenuhnya pada pekerjannya, menolak mengomentari mengenai laporan-laporan tentang pemecatannya yang sudah dekat. Saat berbicara di Kuwait, yang merayakan ulang tahun ke-50 kemerdeaannya, Alliot-Marie mengatakan "Anda dapat melihat dengan jelas -- saya sedang bekerja; Saya 100 persen berkomitmen sejauh ini menjadi menteri luar negeri".
"Saya tidak akan mengomentari mengenai desas-desus dari Paris," ia menambahkan dalam pidato pada wartawan yang menyetainya, menurut seorang anggota rombongannya. Pada Jumat, dua menteri senior kabinet mengatakan Alliot-Marie akan meninggalkan pemeritah pada Senin atau Selasa.
"Michele Elliot-Marie akan meninggalkan pemerintah awal pekan ini atau Senin. Ia akan digantikan oleh Alain Juppe," menurut salah seorang menteri itu. Ia mengatakan situasinya "tak dapat dipertahankan" bagi pemerintah Presiden Presiden Nicolas Sarkozy.
Menteri lainnya yang tak disebutkan namanya menyebutkan keluarnya Alliot-Marie pada masa depan telah mengurangi dukungan pada Sarkozy dalam jajak-jajak pendapat. "Michele Alliot-Marie telah jatuh dan menyeret sispa saja bersamanya. Ini harus dihentikan," katanya.
Menyusul pengungkapan mengenai Alliot-Marie, seorang pembantu mengakui bahwa menteri itu telah berbicara dengan Ben Ali melalui telpon, mekipun sebelumnya ia teleh berupaya untuk mengurangi kontaknya dengan rezim itu.
Hanya beberapa hari sebelum jatuhnya Ben Ali, ia mengejutkan demokrat-demokrat Tunisia dengan memberi kesan bahwa Prancis dapat membantu melatih pasukan polisi Tunisia untuk memungkinkan pemerintah mengontrol dengan lebih baik pergolakan rakyat terhadap pemerintahannya.