REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Dewan Keamanan PBB telah menerbitkan resolusi untuk memberlakukan embargo senjata terhadap Sudan Selatan, Jumat (13/7). Langkah itu diambil sebagai respons atas konflik dan kekerasan etnis yang terus berlangsung di negara tersebut.
Resolusi perihal embargo senjata ini diajukan Amerika Serikat (AS). Dari 15 negara anggota Dewan Keamanan PBB, sembilan negara di antaranya mendukung resolusi tersebut. Sementara enam negara lainnya, yakni Rusia, Cina, Ethiopia, Guinea Ekuatorial, Kazakhstan, dan Bolivia, memilih abstain.
Duta Besar AS untuk PBB Nikki Haley menilai embargo senjata memang harus diterapkan terhadap Sudan Selatan. "Rakyat Sudan Selatan telah mengalami penderitaan tak terbayangkan dan kekejaman yang tak terungkap kata-kata. Embargo senjata adalah sebuah langkah untuk melindungi warga sipil dan membantu menghentikan kekerasan," katanya, seperti dikutip laman Anadolu Agency.
Selain embargo senjata, resolusi Dewan Keamanan PBB juga memberlakukan larangan perjalanan serta pembekuan aset terhadap wakil kepala pertahanan Sudan Selatan, Malek Reuben Riak Rengu. Ia dianggap tokoh yang bertanggung jawab atas konflik dan kekerasan etnis di negara tersebut.
Sudan Selatan merupakan negara termuda di dunia. Negara ini baru terbentuk pada 2011. Namun sejak 2013, konflik mendera negara tersebut.
Adapun pihak yang berperang yakni pasukan yang setia kepada Presiden Sudan Selatan Salva Kiir dan loyalis Riek Machar. Machar merupakan mantan wakil presiden Kiir. Pada 2015 telah tercapai kesepakatan damai, tetapi masih gagal mengakhiri kekerasan.
Saat ini pembicaraan damai guna menghentikan konfrontasi dan kekerasan sedang berlangsung di Khartoum. Hasil pembicaraan itu diharapkan dapat diumumkan dalam beberapa hari mendatang.