Rabu 31 Jan 2018 05:17 WIB

Seorang Pria Meninggal Tersedot Magnet Mesin MRI

Korban sedang membawa tabung oksigen ketika memasuki ruang MRI

Rep: Silvy Dian Setiawan/ Red: Budi Raharjo
Korban meninggal (ilustrasi)
Foto: www.123rf.com
Korban meninggal (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,REPUBLIKA -- Seorang pria di India dilaporkan meninggal setelah ditarik oleh mesin pencitraan resonansi magnetik (MRI). Pria tersebut diketahui bernama Rajesh Maru.

Dilansir di Live Science, Senin (29/1), Maru diketahui mengunjungi seorang kerabatnya di sebuah rumah sakit di Mumbai, dengan membawa sebuah tabung oksigen yang mengandung logam. Maru memasuki ruangan MRI setelah diberitahu mesinnya dimatikan, namun magnet kuat yang menjalankan mesin tersebut masih berfungsi dan menarik tabung oksigen tersebut.

Polisi Mumbai mengatakan, kematian Maru disebabkan karena menghirup oksigen cair dari silinder yang rusak. Polisi juga mengatakan telah menangkap dua anggota staf rumah sakit karena kelalaian yang menyebabkan kematian seseorang.

Pemindaian MRI cukup aman untuk jaringan manusia, namun jika mendekatkan logam dengan mesin tersebut, dapat menyebabkan hal yang mematikan. Sebab, mesin MRI bekerja dengan menggunakan magnet besar untuk menciptakan medan magnet yang kuat, dengan 1.000 kali lebih besar dari kekuatan magnet yang ada pada sebuah alat pendingin.

Cara kerja mesin tersebut, dimana medan mega-magnetik yang ada pada MRI akan memposisikan atom hidrogen di jaringan lunak tubuh manusia. Ada banyak atom hidrogen di jaringan lunak, karena jaringan lunak kaya akan H2O, alias air. Saat pemindaian, MRI akan menggunakan gelombang radio untuk memvariasikan medan magnet, yang menyebabkan hanya atom hidrogen yang tereksitasi.

Saat atom hidrogen yang tereksitasi berusaha kembali ke posisi di sepanjang medan magnet yang dihasilkan mesin, atom-atom tersebut akan melepaskan kelebihan energi yang diambil dari gelombang radio. Sehingga mesin akan mendeteksi dan mencatat pelepasan energi yang terjadi. Kecepatan atom kembali normal berbeda, tergantung pada jaringan, sehingga gelombang radio akan menghasilkan gambar yang membedakan antara otot, organ dan struktur lainnya.

Medan magnet yang kuat dari MRI tersebut terbukti berbahaya jika ada logam yang didekatkan dengannya saat mesin dinyalakan, sebab magnet akan menarik benda logam ke arahnya. Untuk itu, pasien harus mengeluarkan logam dari badan mereka sebelum dipindai. Siapa pun yang memiliki implan logam tertentu yang tidak dapat dilepas, seperti alat pacu jantung, tidak bisa mendapatkan pemindaian MRI.

Terkadang, benda logam yang dibawa masuk ke ruangan selama pemindaian menyebabkan kecelakaan tragis. Pada 2014 lalu, seorang teknisi di rumah sakit lain di Mumbai, juga terjepit selama empat jam di dalam mesin MRI. Kantor berita Mumbai Mirror melaporkan, teknisi tersebut diapit antaratabung oksigen yang dibawa oleh seorang asisten bangsal dengan pemindai MRI.

Teknisi tersebut kehilangan sirkulasi darah di bawah pinggang dan lumpuh sementara. Ia juga menderita kerusakan organ dan pendarahan internal. Tahun lalu, pembuat mesin tersebut, General Electric, membayar teknisi tersebut seharga 10 juta rupee atau sekitar 157.000 dolar AS.

Pada 2001, seorang anak laki-laki berusia enam tahun, Michael Colombini meninggal di Westchester, New York, setelah tabung oksigen terbang menuju tengkoraknya, ketika melakukan pemindaian dengan MRI akibat menderita tumor otak jinak. Keluarga anak laki-laki dan rumah sakit tersebut mencapai penyelesaian dengan membayar senilai 2,9 juta dolar AS pada 2009.

Cedera MRI yang paling umum terjadi adalah luka bakar, menurut sebuah laporan The Joint Commission, sebuah badan akreditasi layanan kesehatan nirlaba. Ketika ada logam yang tertinggal di dalam tubuh pasien ataupun tato yang mengandung pigmen logam diabaikan, medan magnet yang diinduksi oleh MRI dapat menciptakan arus listrik di logam tersebut, yang berpotensi memanaskan jaringan lunak di sekitarnya.

 

 

sumber : www.livescience.com
Advertisement
Berita Lainnya