Rabu 03 Oct 2018 06:45 WIB

Sekjen PBB: Rohingya Kasus Diskriminasi Terburuk

Etnis Rohingya tak memiliki hak bergerak dan menghadapi pelecehan oleh polisi.

Rep: Inas Widyanuratikah/ Red: Muhammad Hafil
Suasana kamp pengungsi Rohingya Balukhali, Bangladesh,
Foto: Altaf Qadri/AP
Suasana kamp pengungsi Rohingya Balukhali, Bangladesh,

REPUBLIKA.CO.ID, DELHI -- Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres berbicara dengan semangat tentang salah satu krisis kemanusiaan terbesar yang masih berlangsung hingga saat ini. Krisis kemanusiaan terbesar tersebut adalah tindakan intimidasi yang diterima masyarakat Rohingya.

Hal tersebut diungkapkan dirinya dalam sebuah pidato bertema 'Tantangan Global, Solusi Global' di Delhi, India. Ia menyebut kejadian yang menimpa masyarakat Rohingya adalah diskriminasi terburuk yang pernah ia saksikan.

"Dalam pengalaman saya, saya belum pernah melihat sebuah komunitas yang sangat didiskriminasi seperti Rohingya," kata dia, dikutip laman India Today, Rabu (3/10).

Gutteres menjelaskan, masyarakat Rohingya tidak memiliki hak bergerak dan menghadapi pelecehan oleh polisi. Mereka bahkan tidak bisa bergerak ketika berada di Rakhine. Mereka tidak bisa menikah tanpa izin dan anak-anaknya tidak bisa sekolah ke Yangon.

"Akses kepada kesehatan juga terbatas," kata dia.

Terkait hal tersebut, ia berharap negara-negara lain dapat menekan Myanmar agar bertanggungjawab atas tindak diskriminasi itu. Khususnya India, ia berharap dapat membantu Bangladesh yang saat ini menjadi tempat tinggal sebagian besar pengungsi Rohingya.

Saat ini, meskipun banyak masyarakat Rohingya yang mengungsi di Bangladesh, negara tersebut telah menegaskan tidak dapat menjadi tempat penampungan terlalu lama. Perdana Menteri Syeikh Hasina telah meminta komunitas internasional untuk menekan Myanmar bahwa mereka harus segera menarik dan menyelamatkan hidup para pengungsi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement