Kamis 22 Nov 2018 13:19 WIB

Desa Persatuan Buatan Pemerintah Cina di Xinjiang

Desa Hotan digunakan untuk meredam gejolak di wilayah Xinjiang.

Rep: Marniati/ Red: Nur Aini
Muslim Uyghur di Xinjiang, Cina sedang menunaikan ibadah shalat.
Foto: Daily Mail
Muslim Uyghur di Xinjiang, Cina sedang menunaikan ibadah shalat.

REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Di wilayah barat jauh Cina, barisan rumah beton putih  dengan atap logam merah menjulang di atas pasir di gurun Taklamakan. Sebuah bendera Cina berkibar di atas pemukiman. Selain itu terdapat papan reklame di pintu masuk bertuliskan, "Selamat datang di Desa Baru Kesatuan Hotan."

Keberadaan desa ini sebagai upaya Partai Komunis untuk meredam gejolak di wilayah Xinjiang. Xinjiang merupakan wilayah dari minoritas Muslim Uighur Cina yang sering bergejolak.

Rumah-rumah gratis atau berbiaya murah diberikan secara bergantian kepada orang-orang Uighur dan Han. Mereka hidup berdampingan dan mengirim anak-anak mereka ke sekolah bersama.

Ini adalah kehidupan masa depan yang dibayangkan partai komunis setelah tindakan keras keamanan besar-besaran kepada lebih dari satu juta Muslim. Tetapi jika dilihat lebih dekat maka banyak hal yang tidak ada di desa itu. Hal ini sangat bertentangan dengan slogan persatuan etnis yang digaungkan. Masjid dan rumah tradisional Uighur tidak tampak di desa itu.

Hanya ada mural berwarna-warni  yang dianggap pihak berwenang sebagai adegan persatuan, seperti seorang pria Uighur dan keluarganya memegang bendera Cina. Di alun-alun desa, anak-anak Uighur bercanda dengan anak-anak Han. Wanita muda Uighur mengenakan pakaian  tanpa jilbab.

Meskipun ini adalah permukiman sukarela dengan manfaat ekonomi, para ahli, dan aktivis Uighur percaya bahwa ini adalah bagian dari kampanye pemerintah  untuk mengikis identitas kelompok Uighur.

"'Kesatuan etnis' adalah ungkapan lembut untuk menjinakkan, menghancurkan orang-orang Uighur. Ini sama saja dengan menampilkan wallpaper cerah berbunga di atas dinding lembab, dinding yang membusuk," kata Joanne Smith Finley, seorang ahli identitas Uighur di Universitas Newcastle di Inggris.

Pembangunan desa dimulai pada 2014 dengan investasi sebesar 247 juta dolar AS. Tujuannya adalah untuk membangun 5.000 rumah dan 10 ribu rumah kaca. Menurut laporan setempat, pemerintah ingin mengubah padang pasir yang luas menjadi lahan pertanian dan menciptakan kemakmuran bersama di antara orang-orang Uighur dan Han.

Jika partai Komunis menawarkan strategi yang berfokus pada persatuan etnis maka daerah lainnya menawarkan insentif keuangan untuk perkawinan antar suku Uighur-Han. Sementara yang lain telah meluncurkan program yang mendorong keluarga Uighur untuk pindah ke daerah pemukiman Han.

Cina sedang membangun beberapa permukiman campuran di Xinjiang. Sebuah desa yang sama sedang dibangun sebagai objek wisata dekat Kuqa, sekitar 600 kilometer dari Hotan. Pembangunan Yurt konkret yang dikenal sebagai "rumah pertanian solidaritas" sudah selesai, dan patung raksasa buah delima  ditempatkan di pusat desa untuk melambangkan persatuan.

Di Hotan, ada tanda-tanda bahwa rencana pemerintah membuahkan hasil. Petani Uighur bekerja  bersama petani Han. Mereka bercocok tanam di tanah gurun yang tandus. Kedua kelompok itu tinggal di rumah modern yang dilengkapi dengan gas, listrik dan air. Sebuah papan reklame menampilkan foto Presiden Xi Jinping dan sekelompok tetua Uighur yang bergandengan tangan. Di foto itu terdapat tulisan "menghubungkan hati."

Seorang petani Uighur yang pindah ke desa itu September lalu mengatakan  pihak berwenang memberinya perumahan dan peralatan gratis, dua rumah kaca, sebuah kebun kecil dengan tanaman anggur dan lumbung dengan domba, ayam, dan merpati. Namun saat berbicara kepada wartawan di depan petugas pemerintah, dia bersikeras bahwa dia bukanlah Muslim. Petani Uighur lainnya di awal tahun 70an, Muzitohtahon, mengatakan dia bukan lagi seorang Muslim.

Penduduk desa Uighur dan Han sepertinya dipersatukan oleh  satu faktor - keinginan mereka untuk keluar dari kemiskinan. Daerah pedesaan di Xinjiang, termasuk Hotan, merupakan salah satu desa  termiskin di Cina. Insentif keuangan juga merupakan daya tarik utama bagi Han yang berasal dari daerah-daerah miskin lainnya di Cina.

Mei lalu, Xiao Erying (58) seorang etnis Han, pindah ke desa ini dari kampung halamannya di provinsi Hunan selatan, lebih dari 4.000 kilometer jauhnya. "Ini lebih baik daripada kampung halaman kami," katanya. Ia saat ini beternak di dalam rumah kaca yang disediakan pihak berwenang.

Dengan 8.700 dolar AS, keluarganya membeli sebuah rumah dua kamar dengan sebuah kebun kecil dan dua rumah kaca. Kedua cucu yang tinggal bersamanya memperoleh pendidikan gratis, makan siang di sekolah, dan bahkan satu set pakaian gratis. Xiao mengakui  tidak mampu bebahasa Uighur dan tidak  berkomunikasi dengan tetangganya yang Uighur. Tapi dia mengaku memiliki dorongan untuk berinteraksi.

Di sebuah rumah kaca beberapa puluh meter jauhnya, seorang warga Uighur Abudu Mijiti baru saja mulai menanam cabai bersama istrinya. Dia pindah ke desa tiga tahun lalu agar memiliki  kehidupan yang lebih stabil. Dua dari tiga anaknya bersekolah  dan fasih berbahasa Mandarin.

"Bagi kami, itu baik, itu membantu kami belajar bahasa nasional. Dan karena tetangga  kami adalah orang Cina, saat kami masuk dan keluar, itu membantu meningkatkan persatuan etnis," katanya sambil melihat ke arah pejabat pemerintah. Namun di desa itu hanya sebagian pemukinan yang dihuni. Ada 534 rumah di kompleks itu, tetapi sebagian besar rumah kosong.

Di bawah terik matahari, seorang petani Han yang merawat lokio Cina mengeluh kelangkaan air dan hasil panennya. Ia mengatakan lokio hanya dijual kurang dari satu yuan (14 sen) per kilogram. "Bahkan tidak cukup untuk makanan. Kamu tidak bisa memberi makan dirimu sendiri jika hanya bekerja di rumah kaca," katanya.

Saat senja mendekat dan suhu turun, penduduk perlahan-lahan keluar ke jalan-jalan untuk menikmati angin malam. Seorang wanita muda Uighur yang bertumpu pada sepeda listrik setelah seharian bekerja, melihat ponselnya. Ia lalu dimintai tanggapan soal kesatuan.

"Kesatuan?" ujarnya. Dia lalu menggelengkan kepalanya, dan kembali melihat ponselnya.

sumber : AP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement