Jumat 01 Jun 2018 03:31 WIB

Denmark Larang Pemakaian Cadar dan Burqa

Burqa dan Cadar tidak sesuai dengan nilai-nilai di Denmark.

Rep: Silvy Dian Setiawan/ Red: Friska Yolanda
Niqab
Foto: reuters.com
Niqab

REPUBLIKA.CO.ID, DENMARK -- Denmark mulai menerapkan larangan pakaian tertutup seperti burqa dan niqab di depan umum. Aturan tersebut sebelumnya juga telah diberlakukan di negara eropa lainnya seperti Perancis, Belgia, Belanda, Bulgaria, dan negara bagian Bavaria di Jerman yang melarang burqa dan niqab yang dikenakan oleh perempuan Muslim.

Pada Kamis (31/5) pada waktu setempat, Parlemen Denmark menyetujui undang-undang yang diusulkan oleh pemerintah dari sayap kanan. Pakaian itu dinilai bertentangan dengan nilai-nilai Denmark.

Aturan tersebut berlaku mulai 1 Agustus 2018. Namun, para penentang mengatakan larangan melanggar hak perempuan untuk berpakaian sesuai pilihan mereka.

Menteri Kehakiman Denmark Soren Pape Poulsen mengatakan, polisi tidak akan memerintahkan pelanggar untuk melepas burqa mereka. Namun, akan diberlakukan denda. Denda berkisar dari 1.000 kroner atau sekitar Rp 2 juta untuk pelanggaran pertama, hingga 10 ribu kroner (Rp 20 juta) untuk pelanggaran keempat.

Poulsen mengungkapkan, aturan tersebut diusulkan pada Februari lalu. Pakaian tersebut menurutnya tidak sesuai dengan nilai-nilai masyarakat Denmark. "Ini tidak sesuai dengan nilai-nilai masyarakat Denmark atau rasa hormat bagi masyarakat untuk mempertahankan wajah yang tersembunyi ketika bertemu satu sama lain di ruang publik," kata Poulsen seperti dilansir di Haaretz, Kamis (31/5).

Salah satu pengguna niqab, Zainab Ibn Hssain yang tinggal di Kopenhagen menilai aturan tersebut bukanlah hal yang benar untuk diterapkan. Ia sendiri telah mengenakan niqab selama satu tahun terakhir.

"Ini tidak baik. Itu akan berarti bahwa saya tidak akan dapat pergi ke sekolah, pergi bekerja atau pergi keluar dengan saya keluarga," katanya.

Ia mengaku tidak ingin melepas niqabnya. Sehingga, ia harus mencari solusi lain untuk dapat tetap memakai pakaian tertutup.

Sementara itu, kelompok hak asasi Amnesty Internasional menyebut larangan tersebut mendiskriminasi hak-hak perempuan. Menurut kelompok tersebut, semua wanita harus bebas berpakaian yang dapat mengekspresikan identitas atau keyakinan mereka.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement