Rabu 15 Mar 2017 18:15 WIB

Muslim Belanda Khawatirkan Geert Wilders Sebelum Pemilu

Rep: Fira Nursya'bani/ Red: Ani Nursalikah
Muslim di Belanda
Muslim di Belanda

REPUBLIKA.CO.ID, AMSTERDAM -- Sementara warga Belanda mendatangi tempat pemungutan suara Rabu (15/3), pemilu di negara itu masih belum terlepas dari isu identitas dan dominasi pemimpin anti-Islam, Geert Wilders. Hal ini membuat Muslim Belanda mempertanyakan tempat mereka di tengah masyarakat.

Melalui kampanye "de-islamisasi" Belanda, Wilders dari Partai Kebebasan (PVV) berjanji akan melarang Alquran dan menutup semua masjid. Pada Desember lalu, pengadilan Belanda menyatakan Wilders bersalah karena telah menghasut diskriminasi terhadap warga Maroko Belanda.

Klaim bahwa Islam adalah ancaman bagi identitas Belanda dan pertanyaan apakah warga Belanda telah cukup melestarikan budayanya sendiri, telah menjadi perdebatan panas selama kampanye pemilu nasional.

Perdana Menteri Belanda Mark Rutte yang memimpin Partai Rakyat untuk Kebebasan dan Demokrasi, meluncurkan kampanye pemilihannya melalui sebuah surat. Ia menyerukan agar orang-orang yang menolak nilai-nilai Belanda untuk meninggalkan negara itu.

Ia mengatakan, surat itu menargetkan pihak-pihak yang menyerang kaum gay, yang mengejek perempuan berbusana minim, dan yang mengatakan Belanda rasialisme. Surat itu secara luas ditujukan kepada etnis minoritas.

Baca: Bisakah Geert Wilders Memenangkan Pemilu Belanda?

Lima persen populasi negara itu adalah Muslim, yang sebagian besar keturunan Turki dan Maroko. Sebuah laporan pemerintah Belanda baru-baru ini menunjukkan 40 persen Muslim di negara itu tidak lagi merasa nyaman berada di Belanda.

"Bahkan jika saya lahir di sini, saya tidak merasa sedang berada di rumah sendiri. Setiap hari, dari pagi hingga sore, mereka membicarakan tentang Muslim," ujar Fatma Kaya (35 tahun), yang kakek-neneknya bermigrasi dari Turki ke Belanda, kepada Aljazirah.

Fokus Belanda kepada Muslim juga telah membuat Toria El Gharbouni (38 tahun) merasa seolah-olah berada di bawah pengawasan. El Gharbourni merupakan seorang bartender Muslim keturunan Maroko-Belanda.

"Sekarang, saya melihat orang-orang tua Belanda. Apakah mereka menonton saya? Saya seolah telah disudutkan di bawah lampu sorot. Lihat, dia warga Maroko, dia Muslim!" ujar El Gharbourni.

El Gharbouni dan Kaya akan melakukan pemungutan suara untuk pertama kalinya. El Gharbouni melihat adanya peluang besar bagi Wilders untuk memenangkan banyak suara.

"Sekarang Wilders datang, orang-orang bangkit," kata El Gharbouni.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement