Kamis 09 Nov 2017 14:05 WIB

Israel Setujui Izin 240 Rumah Baru di Yerusalem Timur

Rep: Fira Nursya'bani/ Red: Ani Nursalikah
Apartemen warga Israel di Yerusalem Timur
Foto: EPA
Apartemen warga Israel di Yerusalem Timur

REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM -- Pemerintah Israel menyetujui izin mendirikan bangunan untuk 240 rumah baru di permukiman Yerusalem timur, pada Rabu (8/11). Wakil Wali Kota Yerusalem Meir Turjeman mengatakan komite perencanaan kota Israel menyetujui 90 unit rumah di Gilo dan 150 lainnya di Ramat Shlomo.

Dilansir dari Al Arabiya, Turjeman menambahkan, komite tersebut juga menyetujui pembangunan 44 unit rumah untuk warga Palestina di lingkungan mereka di Beit Hanina. Unit rumah di Ramat Shlomo adalah bagian dari rencana yang telah diumumkan pada 2010. Di lingkungan Yahudi ultra-Ortodoks di Yerusalem timur ini rencananya akan dibangun 1.600 rumah.

 

Izin pembangunan rumah ini diberikan sepekan setelah komite itu menyatakan mendukung ekspansi untuk menciptakan permukiman Israel terbesar di lingkungan Palestina di Yerusalem timur.

 

Pada awal bulan ini, menteri Israel menyetujui sebuah RUU permukiman besar Israel yang berada di Tepi Barat yang diduduki hingga ke Yerusalem, dengan memperbesar batas kota. Pihak yang menentang berpendapat, hal ini adalah langkah menuju aneksasi sepihak yang pasti akan memicu kemarahan internasional.

 

Oposisi pemerintahan Presiden AS Donald Trump mendorong Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu untuk menghapus undang-undang tersebut dari agendanya. Sementara itu, pejabat AS meminta Israel untuk melakukan persiapan diplomatik.

 

Gedung Putih telah mencari cara memulai kembali perundingan damai antara Israel-Palestina yang sempat terhenti. Pejabat AS itu mengatakan undang-undang tersebut akan mengalihkan perhatian semua pihak agar tidak memusatkan perhatian pada kemajuan perundingan perdamaian.

 

LSM Israel Ir Amim, yang menentang pembangunan permukiman, mengatakan izin rumah baru Israel akan menjauhkan kemungkinan terciptanya solusi dua negara dalam konflik tersebut.

 

"Penduduk Yerusalem pantas tinggal di kota yang aman dan berkembang, yang hanya akan terjadi jika ada kesepakatan adil yang mengakui kepemilikan Israel dan Palestina atas kota tersebut," kata kepala organisasi tersebut, Aviv Tatarsky.

 

"Alih-alih memajukan kesepakatan semacam itu, pihak berwenang Israel justru melanjutkan langkah unilateral yang akan menjauhkan langkah tersebut," tambah dia.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement