Ahad 22 Jul 2018 06:26 WIB

Turki: Israel Kubur Solusi Perdamaian

Israel mengesahkan undang-undang negara bangsa Yahudi.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Nur Aini
Bendera Israel (ilustrasi)
Foto: Antara
Bendera Israel (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Pemerintah Turki mengecam pengesahan Undang-Undang (UU) Negara Bangsa Yahudi oleh parlemen Israel (Knesset). Ankara menilai UU tersebut merupakan upaya untuk melegalkan pendudukan Israel atas Palestina yang mengubur solusi perdamaian dua negara.

Juru bicara Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, Ibrahim Kalin, dalam sebuah kolom berjudul "rancangan undang-undang negara-bangsa Israel adalah rasis" yang dimuat di harian Turki, Daily Sabah, pada Sabtu (21/7), mengatakan UU itu merupakan tanda bahwa Israel memandang dirinya di atas hukum internasional.

"Dengan dukungan penuh dari pemerintahan Trump, pemerintah (Perdana Menteri Israel Benjamin) Netanyahu tanpa malu berusaha melegalkan pendudukan dan memusuhi seluruh dunia Muslim," kata Kalin, seperti dikutip laman Anadolu Agency.

Selain rasis, Kalin menilai UU tersebut akan mengubur konsep solusi dua negara antara Israel dan Palestina. "Ini adalah paku terakhir dalam peti mati solusi dua negara," ujarnya.

Di sisi lain, UU itu pun merupakan bentuk tamparan terhadap masyarakat dan resolusi internasional yang menolak pendudukan Israel atas tanah Palestina, termasuk Yerusalem. Kalin meminta dunia internasional menolak UU tersebut.

Undang-undang Jewish Nation State atau Negara Bangsa Yahudi diloloskan Knesset pada Kamis (19/7).  Dengan diloloskannya UU tersebut, Israel memproklamirkan diri sebagai negara atau tanah air bangsa Yahudi. Undang-undang itu mengklaim seluruh Yerusalem sebagai ibu kota Israel. Selain itu, UU tersebut turut mencabut status bahasa Arab sebagai bahasa resmi. Dengan demikian hanya terdapat bahasa Ibrani dan bahasa resmi negara.

Undang-undang tersebut diyakini akan mendorong Israel untuk terus memperluas proyek permukiman Yahudi di wilayah-wilayah pendudukan Palestina walaupun telah dinyatakan ilegal di bawah hukum internasional. Di sisi lain, UU itu juga dikhawatirkan akan semakin memarginalkan masyarakat Palestina berkewarganegaraan Israel yang mencapai 1,8 juta orang atau sekitar 20 persen dari total populasi masyarakat Israel.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement