Jumat 01 Feb 2019 19:28 WIB

Bantuan USAID ke Tepi Barat dan Gaza Dihentikan

Pemotongan bantuan ini dinilai sebagai tekanan AS ke pemimpin Palestina.

Rep: Lintar Satria/ Red: Ani Nursalikah
Warga Tepi Barat Palestina menaiki tangga untuk melintasi tembok pemisah yang dipasang Israel untuk shalat jumat di Kompleks Al Aqsa.
Foto: Mohamad Torokman/Reuters
Warga Tepi Barat Palestina menaiki tangga untuk melintasi tembok pemisah yang dipasang Israel untuk shalat jumat di Kompleks Al Aqsa.

REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM -- Bantuan Internasional Amerika Serikat, US Agency for International Development (USAID) menghentikan semua bantuan mereka ke masyarakat Palestina di Tepi Barat dan Gaza. Keputusan ini terkait tenggat waktu yang diatur undang-undang AS yang baru yang mana membuat penerima bantuan asing dapat dituntut ke pengadilan. 

Tenggat waktu 31 Januari ini juga mengakhiri bantuan USAID sebesar 60 juta dolar AS untuk pasukan keamanan Palestina. Pasukan yang bekerja sama dengan pasukan Israel dalam mempertahankan kedamaian di Tepi Barat.

Undang-undang Anti-Terrorisme Clarification Act (ATCA) yang disahkan Kongres AS membuat Amerika dapat menuntut penerima bantuan AS ke pengadilan atas dugaan 'aksi perang'. Otoritas Nasional Palestina menolak bantuan AS karena khawatir dengan potensi hukumnya.

"Atas permintaan Otoritas Palestina, kami telah menghentikan beberapa proyek dan program yang didanai dengan bantuan di bawah otoritas yang ditentukan dalam ATCA di Tepi Barat dan Gaza," kata seorang pejabat AS, Jumat (1/2).

Israel menuduh penolakan bantuan yang dilakukan Otoritas Nasional Palestina agar mereka dapat melakukan serangan militan. Tapi tuduhan tersebut segera dibantah oleh Otoritas Nasional Palestina.

"Semua bantuan USAID di Tepi Barat dan Gaza telah dihentikan," kata pejabat tersebut.   

Belum diketahui sampai kapan USAID menghentikan bantuannya. Pejabat tersebut pun  mengatakan belum ada langkah yang diambil untuk menutup misi USAID di wilayah Palestina. Sampai saat ini juga belum ada keputusan yang dibuat tentang penempatan staf USAID di Kedutaan Besar AS di Yerusalem.

"Penangguhan bantuan untuk rakyat kami, yang mana termasuk sektor-sektor penting seperti kesehatan dan pendidikan, yang sangat berdampak negatif pada semuanya, menciptakan atmosfir negatif dan meningkatkan instabilitas," kata juru bicara Presiden Palestina Mahmoud Abbas, Nabil Abu Rudeineh.

Otoritas Palestina menjadi pemerintah Palestina untuk sementara sesuai dengan Perjanjian Oslo 1993. Sebagai salah satu proses perdamaian untuk mendiskusikan solusi dua bangsa dalam Konflik Israel dan Palestina.

Sementara itu di Gaza, juru bicara Hamas Ismail Rudwan mengutuk penghentikan bantuan itu. Ia menyesalkan apa yang ia sebut sebagai 'uang yang dipolitisasi'.

Pengumuman penghentian bantuan USAID ini dilakukan ketika para petugas kemanusiaan di Tepi Barat dan Gaza mengeluhkan semakin berkurangnya bantuan internasional. Pada tahun lalu pemerintah AS sudah memotong ratusan juta dolar AS bantuan ke Palestina.

Termasuk bantuan untuk kelompok kemanusiaan yang didukung USAID. Pemotongan bantuan ini dinilai sebagai tekanan AS ke pemimpin Palestina agar mereka bersedia melakukan pembicaraan damai dengan Israel.

Sebab pemerintahan Presiden AS Donald Trump sangat berambisi untuk segera menyelesaikan semua konflik di Timur Tengah secepatnya. Sebagai akibatnya puluhan pegawai organisasi non-profit di Palestina tidak dibayar, program kesehatan dan lapangan pekerjaan juga ditutup. Proyek infrastruktur pun harus ditunda.

Pada Agustus tahun lalu pemerintah AS juga menghentikan semua bantuan ke Agensi Pekerjaan dan Pemulihan PBB untuk Pengungsi Palestina. Agensi itu menerima 364 juta dolar AS dari AS pada 2017.

Pada Januari, World Food Programme memotong bantuan makanan ke 190 ribu rakyat Palestina karena kekurangan anggaran. Sumber diplomatik mengatakan saat ini petinggi-petinggi Palestina, AS dan Israel sedang mencari cara bagaimana tetap ada uang yang mengalir ke pasukan keamanan Palestina.

"Kami akan mencari solusi atas hal ini, saya tidak bisa memberikan detailnya," kata Menteri Keamanan Israel Yuval Steinitz kepada Radio Israel.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement