Sabtu 19 Apr 2014 11:00 WIB

Negara Teluk Capai Kesepakatan untuk Perdamaian

Rep: Gita Amanda/ Red: Bilal Ramadhan
Pengajuan pendapat saat Sidang Komisi Simposium Internasional PPI Kawasan Timur Tengah dan Afrika.
Foto: PPI
Pengajuan pendapat saat Sidang Komisi Simposium Internasional PPI Kawasan Timur Tengah dan Afrika.

REPUBLIKA.CO.ID, RIYADH-- Negara-negara Arab yang tergabung dalam Dewan Kerjasam Teluk (GCC) pada Kamis (17/4), menyepakati mekanisme pelaksanaan perjanjian keamanan. Kesepakatan menandai langkah pertama untuk menjembatani perpecahan mendalam di antara enam negara anggota GCC.

Kantor berita resmi Qatar menegaskan, Menteri Luar Negeri Qatar Khalid bin Mohammed Al-Attiyah bertemu dengan Menteri Luar Negeri negara-negara GCC di Riyadh. Ini menandai kunjungan pertama menlu Qatar ke kerajaan, sejak Saudi, Bahrain dan Uni Emirat Arab (UEA) menarik duta besar mereka dari Doha.

Pernyataan pada Kamis mengatakan, GCC menyepakati kerangka kebijakan kolektif negara-negara anggota blok. Mereka sepakat, tak akan mengganggu kepentingan, keamanan dan stabilitas anggotanya. Mereka juga sepakat tak akan mengutak-atik kedaulatan dari setiap anggotanya.

Sebelumnya Arab Saudi, Bahrain dan UEA menarik duta besar mereka di Qatar pada 5 Maret. Mereka menuduh Doha tak mematuhi kesepakatan November, yang menyerukan tak campur tangan dalam urusan internal masing-masing negara anggota.

Para menteri mengatakan, pertemuan untuk membahas mekanisme penerapan kesepakatan yang telah disimpulkan pada 23 November. Namun pernyataan tak menjelaskan, apakah Saudi, UEA, dan Bahrain akan kembali menempatkan duta besarnya ke Doha.

Selama pertemuan di Riyadh November silam, Emir Kuwait Sheikh Sabah Al Ahmad Al Sabah berupaya menjadi penengah. Ia berusaha meredakan ketegangan antara Raja Saudi Abdullah bin Abdulaziz Al-Saud dan Emir Qatar Sheikh Tamim bin Hamad Al-Thani.Saudi dan UEA menentang dukungan Doha untuk Ikhwanul Muslimin.

Mereka menyatakan, Ikhwanul Muslimin sebagai organisasi teroris. Terlebih setelah penggulingan Presiden Mesir Muhammad Mursi, Juli lalu. Mereka telah lama memusuhi Mursi. Mereka khawatir, aktivisme Islam dan politik dapat merongrong otoritas mereka.

Ideologi geraka Islam selama ini menentang prinsip pemerintahan dinasti konservatif yang mendominasi negara-negara Teluk. Namun beberapa dari anggotanya yang berbasis di Watar telah mampu menyiarkan pandangan mereka melalui media negara itu.Ketegangan yang mendidih selama berbulan-bulan mencapai puncaknya pada awal Februari, saat Abu Dhabi juga memanggil duta besarnya dari Doha.

Ini dilakukan untuk memprotes penghinaan yang dilakukan warga Qatar, pada ulama UEA kelahiran Mesir Yusuf al-Qaradawi. Namun Qatar menegaskan, kebijakan luar negerinya non-negotiable. Qardawi juga telah kembali memberikan khotbah publiknya. Tapi Arab Saudi mengatakan, Doha harus mengubah kebijakannya untuk mengakhiri perselisihan tersebut.

Kuwait dan Oman selama ini telah bekerja untuk menengahi perselisihan antara negara-negara anggota GCC dan Qatar. Menteri Luar Negeri Oman Yusuf bin Alawi mengutip suratkabar Arab Al-Hayat menyatakan, krisis diantara negara-negara saudara telah berakhir dan itu merupakan masa lalu.

sumber : AP/Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement