Senin 28 Jan 2019 21:28 WIB

Perjuangan Aktivis HAM Lawan Aturan Busana Perempuan di Iran

Aturan berbusana dianggap sebagai bentuk pengekangan terhadap hak perempuan.

Rep: Umi Nur Fadhilah/ Red: Nashih Nashrullah
Perempuan Iran mengantre untuk memberi suara dalam pemilu parlemen di Qom, 125 kilometer dari Teheran, Jumat, 26 Februari 2016.
Foto: AP Photo/Ebrahim Noroozi
Perempuan Iran mengantre untuk memberi suara dalam pemilu parlemen di Qom, 125 kilometer dari Teheran, Jumat, 26 Februari 2016.

REPUBLIKA.CO.ID, BEIRUT — Para pembela hak-hak perempuan di Iran bertekad melanjutkan perjuangan melawan kebijakan pemakaian jilbab secara paksa tahun ini. Tahun lalu pihak berwenang menindak keras dengan menangkap belasan orang.

Dilansir di Alarabiya, perempuan Iran turun ke jalan sambil membawa jilbab mereka. Tindakan itu sebagai aksi protes atas aturan ketat terkait berpakaian yang dengan cepat menyebar di media sosial tahun lalu. Amnesty International menyatakan tindakan tersebut sebagai “tanggapan dingin” atas kebijakan pemerintah.

“Apa yang ditunjukkan tahun lalu adalah orang-orang di Iran, terutama wanita, tidak lagi takut keluar dan memprotes, baik dalam jumlah besar atau melalui aksi protes tunggal,” kata peneliti Amnesty International Iran, Mansoureh Mills.

Dia melihat pihak berwenang berupaya menekan tindakan perlawanan damai itu dengan menangkap, menahan, dan menuntut lebih banyak perempuan dan laki-laki yang meminta hak mereka. 

Peneliti Human Rights Watch di Iran, Tara Sepehri Far beranggapan aksi penangkapan yang dilakukan pemerintah, didorong oleh tindakan perempuan yang semakin “melawan batas.” 

“Wanita yang memilih untuk protes sadar akan risiko dan memilih untuk melakukannya, karena mereka ingin melihat perubahan. Saya pikir tidak ada jalan keluar pada masalah-masalah perempuan ini, itu hanya akan tumbuh,” kata Far.

Sebanyak dua pria dipenjara selama enam tahun di Iran karena mendukung kampanye menentang aturan berpakaian di negara tersebut.

Hal itu berdasarkan laporan dua kelompok hak asasi manusia di Iran. Awalnya, seorang pengacara hak asasi manusia terkemuka, Nasrin Sotoudeh ditahan setelah mewakili beberapa pemrotes perempuan di pengadilan. 

Dia menghadapi beberapa tuduhan. Pusat Hak Asasi Manusia di Iran (CHRI) merincikan, suami Sotoudeh, Reza Khandan yang berkampanye untuk pembebasan istrinya, dan Farhad Meysami yang berprofesi sebagai seorang aktivis dijatuhi hukuman enam tahun penjara.

“Iran ingin membungkam pria-pria ini dengan memenjarakan mereka karena membela wanita yang ingin jilbab menjadi pilihan, bukan kewajiban,” kata Direktur Eksekutif CHRI Hadi Ghaemi.

Di bawah hukum Islam Iran yang diberlakukan setelah Revolusi 1979, wanita diwajibkan untuk menutupi rambut dan mengenakan pakaian panjang yang longgar. Pelanggar atas peraturan itu, yakni diperingatkan, didenda atau ditangkap secara terbuka.   

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement