REPUBLIKA.CO.ID, KINSHASA - Lebih dari 400.000 perempuan diperkosa di Republik Demokratik Kongo (DRC) setiap tahun, demikian satu studi oleh beberapa peneliti AS yang disiarkan Rabu (11/5), tapi PBB telah menyampaikan keraguan mengenai temuan tersebut.
DRC, yang memiliki sebanyak 60 juta warga, telah menghadapi konflik selama beberapa dasawarsa, yang ditandai dengan praktik kekerasan seks brutal terhadap warga sipil, sementara perkosaan massal masih sering terjadi di berbagai provinsi timur DRC, yang tak terjamah hukum.
Studi tersebut, yang menggunakan data dari seluruh negeri itu yang dikumpulkan antara 2006 dan 2007, mendapati rata-rata 1.100 perempuan diperkosa setiap hari di negara luas di Afrika tengah itu.
Sebanyak 60 persen korban dipaksa melakukan hubungan badan oleh pasangan atau suami mereka, katanya."Angka di seluruh negeri tersebut tinggi, tak ada seorang perempuan di Kongo yang aman dari kekerasan seksual," kata Tia Palermo, salah seorang penulis studi itu, yang disiarkan di The American Journal of Public Health, kepada Reuters.
Ia mengatakan para peneliti tersebut sangat terkejut oleh tingginya angka perkosaan di berbagai daerah yang tak secara langsung terpengaruh oleh perang.
Studi itu menggunakan keterangan dari 3.400 perempuan lalu menggunakan angka tersebut untuk menghitung statistik nasional, kata Palermo. Ia menyatakan jumlah tersebut paling akurat yang pernah disiarkan tapi tampaknya masih merupakan perkiraan konservatif.
Namun, keabsahan penelitian tersebut telah dipertanyakan oleh Beatrix Attinger Colijn, pemimpin tim PBB yang menangani kekerasan seksual di negeri itu.
Colijn mengatakan sampel kelompok tersebut terlalu sedikit dan penelitian itu tak mencerminkan faktor lokal dan budaya yang dapat mempengaruhi angka kekerasan seksual.