REPUBLIKA.CO.ID,BAGHDAD--Sebuah kelompok Syiah Irak yang dituduh Washington disponsori oleh Iran mengklaim bertanggung jawab Jumat atas serangan roket pekan ini yang menewaskan lima prajurit AS di Irak. Dalam sebuah pernyataan yang dipasang di situs beritanya, kelompok Ketaib Hezbollah mengatakan, mereka mendalangi pemhoman Senin di distrik Baladiyat di Baghdad timur.
"Pasukan pendudukan masih menodai tanah kami," kata pernyataan yang berbahasa Arab itu, menunjuk pada pasukan AS yang ditempatkan di Irak sejak invasi pimpinan AS pada 2003 dan bersiap-siap melakukan penarikan penuh pada akhir tahun ini. "Kami membunuh dan melukai puluhan prajurit mereka (AS) dalam serangan ini," katanya.
Sebuah pernyataan singkat yang dikeluarkan militer AS di Irak mengatakan setelah serangan itu bahwa "lima prajurit AS tewas Senin di Irak tengah", namun tidak ada penjelasan terinci lebih lanjut. Ketaib Hezbollah menyatakan memiliki sejumlah roket "yang siap digunakan setiap saat untuk menyerang pangkalan-pangkalan musuh, khususnya kedutaan besarnya", menunjuk pada Kedubes AS di Baghdad, yang merupakan kedutaan terbesar di dunia dan berada di dalam Zona Hijau dengan penjagaan sangat ketat yang juga merupakan lokasi perkantoran pemerintah Irak dan kedutaan-kedutaan lain.
Washington menuduh Iran mendukung kelompok-kelompok gerilya Syiah di Irak, namun Teheran membantah tuduhan tersebut. Jumlah kematian prajurit AS dalam serangan Senin itu merupakan yang terbesar dalam satu hari dalam waktu lebih dari dua tahun.
Serangan Senin itu merupakan rangkaian kekerasan yang meningkat lagi di Irak dan terjadi beberapa bulan menjelang penarikan penuh pasukan AS. Ratusan orang tewas dalam gelombang kekerasan terakhir di Irak, termasuk sejumlah besar polisi Irak.
Sebanyak 211 orang tewas dalam kekerasan pada April saja, menurut data resmi, sementara pada Mei jumlah orang Irak yang tewas dalam kekerasan mencapai 177. Meski kekerasan tidak seperti pada 2006-2007 ketika konflik sektarian berkobar mengiringi kekerasan anti-AS, sekitar 300 orang tewas setiap bulan pada 2010, dan Juli merupakan tahun paling mematikan sejak Mei 2008.
Militer AS menyelesaikan penarikan pasukan secara besar-besaran pada akhir Agustus 2010, yang diumumkannya sebagai akhir dari misi tempur di Irak, dan setelah penarikan itu jumlah prajurit AS di Irak menjadi sekitar 50.000. Sisa pasukan AS itu akan ditarik sepenuhnya pada akhir tahun ini. Penarikan brigade tempur terakhir AS dipuji sebagai momen simbolis bagi keberadaan kontroversial AS di Irak, lebih dari tujuh tahun setelah invasi untuk mendongkel Saddam.
Namun, pasukan AS terus melakukan operasi gabungan dengan pasukan Irak dan gerilyawan Kurdi Peshmerga di provinsi-provinsi Diyala, Nineveh dan Kirkuk dengan pengaturan keamanan bersama di luar misi reguler militer AS di Irak. Rangkaian serangan dan pemboman sejak pasukan AS ditarik dari kota-kota di Irak pada akhir Juni 2009 telah menimbulkan pertanyaan mengenai kemampuan pasukan keamanan Irak untuk melindungi penduduk dari serangan-serangan gerilya seperti kelompok militan Sunni Al-Qaida.
Gerilyawan yang terkait dengan Al-Qaida kini tampaknya menantang prajurit dan polisi Irak ketika AS mengurangi jumlah pasukan menjadi 50.000 prajurit pada 1 September 2010, dari sekitar 170.000 pada puncaknya tiga tahun lalu.