REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM -- Pesawat tempur dan artileri Israel menyerang sasaran di Suriah setelah tembakan roket dari tetangga timur laut itu. Peristiwa ini bersamaan dengan ketegangan kaum Yahudi dengan umat Islam yang mencapai puncaknya pada Ahad (9/4/2023).
Ribuan jemaat Yahudi berkumpul di Tembok Barat kota itu untuk kebaktian doa syukur massal untuk hari raya Paskah. Di kompleks Masjid Al Aqsa, lapangan terbuka bertembok di atas Tembok Barat, ratusan warga Palestina melakukan sholat sebagai bagian dari ibadah selama bulan suci Ramadhan.
Ratusan orang Yahudi juga mengunjungi kompleks Al Aqsa di bawah penjagaan ketat polisi pada Ahad. Mereka bersiul dan melantunkan nyanyian keagamaan dari warga Palestina yang memprotes kehadiran mereka. Menjelang matahari terbenam, peringatan telah berlalu tanpa insiden serius.
Tur semacam itu oleh orang-orang Yahudi religius dan nasionalis telah meningkat dalam ukuran dan frekuensi selama bertahun-tahun. Tindakan ini dinilai oleh banyak orang Palestina bahwa suatu hari nanti Israel berencana untuk mengambil alih situs atau membaginya.
Pejabat Israel mengatakan, tidak berniat mengubah pengaturan lama yang memungkinkan orang Yahudi untuk berkunjung, tetapi tidak berdoa di situs yang dikelola Muslim. Namun, negara tersebut sekarang diperintah oleh pemerintahan sayap kanan dalam sejarahnya, dengan ultra-nasionalis yang mencari perubahan pengaturan di posisi senior.
Politisi sayap kanan senior, bersama dengan para pemimpin pemukim Tepi Barat, mengumumkan rencana pawai melalui Tepi Barat utara pada Senin (10//2023). Mereka sedang menyiapkan panggung untuk ketegangan lebih lanjut.
Ketegangan meningkat dalam sepekan terakhir di tempat suci itu setelah polisi Israel menggerebek masjid tersebut. Pada beberapa kesempatan, warga Palestina telah membarikade diri sendiri di dalam Masjid Al Aqsa dengan batu dan petasan, menuntut hak untuk sholat di sana.
Permintaan itu sesuatu yang di masa lalu hanya diperbolehkan oleh Israel selama 10 hari terakhir bulan suci Ramadhan. Polisi memindahkan mereka dengan paksa, menahan ratusan orang, dan menyebabkan puluhan orang terluka.
Kekerasan di tempat suci tersebut memicu tembakan roket oleh kelompok Palestina dari Jalur Gaza dan Lebanon selatan sejak 5 April. Serangan udara Israel pun menargetkan kedua wilayah tersebut.
Kantor media Hizbullah mengumumkan pada Ahad, pemimpin kelompok tersebut Hassan Nasrallah menerima delegasi yang dipimpin oleh pemimpin Hamas Ismail Haniyeh. Keduanya membahas perkembangan terpenting di wilayah pendudukan Palestina, jalannya peristiwa di Masjid Al Aqsa, dan meningkatnya perlawanan di Tepi Barat dan Gaza.
"Selain perkembangan politik umum di wilayah tersebut, kesiapan poros perlawanan dan kerja sama para pihak,” kata pernyataan Hizbullah.
Haniyeh yang tiba di Lebanon pekan lalu, tak lama sebelum roket diluncurkan ke Israel dari Lebanon selatan. Dia dijadwalkan tampil di depan umum di Beirut pada Jumat (7/4/2023) tetapi dibatalkan karena alasan keamanan menyusul pertukaran serangan antara Lebanon dan Israel.
Tidak ada kelompok yang secara resmi mengaku bertanggung jawab atas serangan roket ke Israel. Namun Israel menuduh Hamas berada di belakang mereka.
Pada Sabtu (8/4/2023) malam dan Ahad dini hari, militan di Suriah menembakkan roket dalam dua salvo ke Israel dan Dataran Tinggi Golan yang dicaplok Israel. Sebuah kelompok Palestina yang berbasis di Damaskus yang setia kepada pemerintah Suriah mengaku bertanggung jawab atas putaran pertama roket, dengan mengatakan mereka membalas serangan Al Aqsa.
Dalam salvo pertama, satu roket mendarat di lapangan di Dataran Tinggi Golan. Pecahan rudal lain yang hancur jatuh ke wilayah Yordania di dekat perbatasan Suriah. Pada putaran kedua, dua roket melintasi perbatasan ke Israel, dengan satu dicegat dan yang kedua mendarat di area terbuka.
Israel menanggapi dengan tembakan artileri ke daerah di Suriah dari mana roket ditembakkan. Belakangan, militer mengatakan jet tempur Israel menyerang situs tentara Suriah, termasuk kompleks Divisi 4 Suriah dan pos radar dan artileri.