REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA - Prajurit TNI di Kontingen Garuda di Kongo diminta PBB bersikap waspada karena Perserikatan Bangsa Bangsa mencatat sekitar 300 ribu anak-anak menjadi korban konflik di Republik Demokratik Kongo. Bahkan, mereka dipaksa menjadi milisi.
"Diperkirakan ada lebih dari 300.000 anak-anak menjadi korban dan terkena dampak konflik serta perang di Kongo," kata penasehat PBB untuk perlindungan anak, Carline Allen, dalam paparannya kepada Kontingen TNI di Kongo, Sabtu (16/7) waktu setempat
Perwira penerangan Kontingen Garuda Konga XX-Monusco, Lettu Inf Imam Mahmud, kepada ANTARA di Jakarta Ahad (17/7) mengatakan pengarahan dilakukan di Bumi Cendrawasih Markas Kontingen TNI di Kongo. Carline Allen menambahkan, sebagian besar anak-anak itu diculik dari desa-desa dan dipaksa bergabung dengan milisi untuk melakukan tindak kejahatan dan kriminal.
Ia mengungkapkan anak laki-laki biasanya dimanfaatkan sebagai pembawa barang. Sementara, anak perempuan sebagai alat untuk memenuhi kebutuhan biologis anggota milisi. "Sebagian besar mereka diculik dan berusia di bawah 18 tahun," kata Carline menambahkan.
Terkait itu, seksi perlindungan anak-anak dan Unicef bekerja sama untuk menyelamatkan anak-anak korban perang tersebut. 'Child Protection Section' saat ini bekerja sama secara aktif dengan Unicef. Child Protection Section lebih banyak bekerja di lapangan dengan usaha-usaha memisahkan anak-anak dari milisi dan kelompok bersenjata. ''Unicef bekerja dalam rehabilitasi sosial dan psikologis serta mengembalikan anak-anak tersebut ke dalam keluarganya dan masyarakat,'' kata Carline.
Ia meminta semua kontingen perdamaian PBB di Kongo, termasuk Kontingen Indonesia untuk berhati-hati dan bijaksana dalam menghadapi milisi bersenjata anak-anak. "Jika memungkinkan justru kita tolong mereka keluar dari kelompok milisi, tanpa membahayakan keselamatan personel maupun anak bersangkutan ," ujar Carline.