Sabtu 17 Dec 2011 18:42 WIB

Jepang: Fukushima Sudah Stabil

PLTN Fukushima
Foto: AP/Tokyo Electric Power Co. via Kyodo News
PLTN Fukushima

REPUBLIKA.CO.ID, Jepang akhirnya menyatakan bahwa pembangkit listrik tenaga nuklirnya, Fukushima telah mencapai kondisi dingin dan mati. Reaktor telah mencapai kondisi mati dan dingin," ujar Perdana Menteri Jepang, Yoshihiko Noda, dalam pertemuan darurat nuklir, Jumat (16/12).

"Bahkan bila terjadi insiden diluar prediksi, dalam situasi tersebut tingkat radiasi di pembangkit dapat dijaga pada level rendah," ujarnya.

"Pemerintah kini tengah menyusun peta jalam dan melakukan upaya terbaik untuk mendisfungsikan pembangkit," ujar PM Jepang.

PLTN Fukushima Daiichi, terletak 240 kilometer timurlaut Tokyo mengalami kerusakan pada 11 Maret akibat gempa dan tsunami dahysat. Bencana alam kembar itu merusak sistem pendingin hingga memicu pelelehan dan kebocoran radiasi.

Menyatakan kondisi mati-dingin bakal berdampak baik terhadap situasi di luar pembangkit. Itu adalah prakondisi yang ditetapkan pemerintah sebelum membolehkan sekitar 80 ribu penduduk yang dievakuasi--yakni mereka yang tinggal dalam radius 20 km dari pembangkit--untuk pulang kembali.

Kondisi mati dingin adalah ketika air yang digunakan untuk mendinginkan batang bahan bakar nuklir tetap berada di bawah titik didih. Kondisi itu mencegah bahan bakar untuk memanas lagi. Salah satu kepala operasi dari pihak operator pembangkit, Tokyo Electric Power Company (TEPCO) berhasil membawa reaktor dalam di tahap ini tepat di akhir tahun.

Setelah berbulan-bulan upaya, temperatur air di seluruh tiga reaktor yang terkena dampak kerusakan turun di bawah titik didih pada September. Namun TEPCO berhati-hati dan tak menyatakan kondisi mati dingin. Alih-alih mengatakan harus memastikan kembali apakah suhu dan jumlah radiasi yang dikeluarkan tetap stabil.

Dalam sebuah wawancara yang dilansir Al Jazeera, Sabtu (17/12), ilmuwan nuklir, Imad Khadduri, berkata, "Rencana PM Jepang sangat kuat, sangat ambisius dan detail. Satu ukuran dari kesuksesan ini adalah upaya dekontaminasi yang langsung disandingkan dengan upaya pendinginan pada Maret ketika bencana terjadi," ujarnya.

"Saya snagat berharap dekontaminasi dapat berjalan penuh kehati-hatian dan ketat, tidak seperti peristiwa Chernobyl di Russia hampir 25 tahun lalu," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement