Selasa 06 Mar 2012 06:44 WIB

Bentrok dengan Alqaidah, Nyawa 103 Prajurit Yaman Melayang

REPUBLIKA.CO.ID, ADEN - Lebih dari 100 prajurit Yaman tewas dalam bentrokan dengan gerilyawan Alqaidah setelah kelompok itu menyerang posisi-posisi militer di wilayah bergolak selatan, kata sejumlah petugas medis, Senin (6/2).

Serangan pada Ahad itu merupakan salah satu yang paling mematikan terhadap pasukan Yaman, dan yang terakhir dari serangkaian serangan terhadap pasukan keamanan sejak Presiden Abdrabuh Mansur Hadi berjanji menumpas kelompok tersebut dalam pidato pelantikannya bulan lalu.

Seorang petugas medis di rumah sakit militer di kota Aden, Yaman selatan, mengatakan, "Jumlah kematian... telah mencapai sedikitnya 103" prajurit.

Ia menambahkan, "Banyak prajurit yang tewas akibat luka-luka yang diderita dalam serangan" terhadap pos-pos militer di daerah pinggiran Zinjibar, ibu kota provinsi Abyan yang dikuasai militan yang terkait dengan Alqaidah.

Seorang pejabat militer yang juga menolak disebutkan jati-dirinya mengatakan kepada AFP, militan Alqaidah bertanggung jawab atas "serangan mengejutkan itu" dan "itu merupakan pembantaian".

Seorang petugas medis lain mengatakan, pegawai rumah sakit kewalahan menangani korban yang berjumlah besar.

"Kami terpaksa menggunakan kantor-kantor administrasi dan menunggu ruang untuk merawat korban yang cedera," katanya kepada AFP.

"Rumah sakit dipenuhi korban-korban yang tewas dan cedera," tambah petugas medis yang tidak bersedia disebutkan namanya itu.

Para pejabat militer melaporkan bentrokan-bentrokan sengit Ahad ketika gerlyawan Alqaidah berusaha menguasai lagi sebuah pos militer di Kud, sebelah selatan Zinjibar. Kekerasan kemudian meluas ke posisi-posisi militer di daerah pinggiran kota itu.

Sedikitnya 25 gerilyawan Alqaidah tewas dalam pertempuran Minggu dan beberapa orang cedera, kata seorang pejabat daerah di kota markas gerilyawan, Jaar, kepada AFP. Menurut pejabat itu, sedikitnya 56 prajurit ditangkap oleh Alqaidah, termasuk tujuh perwira militer dan 10 prajurit yang cedera.

Bentrokan itu merupakan yang terakhir sejak Presiden Abdrabuh Mansur Hadi menerima kekuasaan dari Ali Abdullah Saleh dan diambil sumpahnya pada 25 Februari sesuai dengan perjanjian penengahan Teluk.

Hadi berjanji menumpas Alqaidah dan memulihkan keamanan di negaranya yang miskin dalam pidato pertamanya sebagai pemimpin baru Yaman.

Sejak protes anti-pemerintah meletus di Yaman pada akhir Januari 2011, militan memanfaatkan melemahnya kekuasaan pusat dengan membangun pangkalan di sejumlah provinsi selatan.

Pasukan keamanan Yaman selama beberapa bulan memerangi kelompok orang bersenjata yang dituduh sebagai anggota Alqaidah di Abyan, Yaman selatan, khususnya di ibu kota provinsi itu, Zinjibar, yang sebagian besar dikuasai oleh militan sejak Mei 2011.

Kekerasan menewaskan ratusan prajurit sejak militan bersenjata yang menamakan diri Ansar al-Sharia (Pengikut Sharia) menguasai sebagian besar Zinjibar, ibu kota provinsi Abyan, pada 29 Mei. Ratusan militan juga tewas dalam bentrokan-bentrokan.

Para pejabat keamanan mengatakan bahwa militan itu adalah Alqaidah, namun oposisi politik menuduh pemerintah Presiden Ali Abdullah Saleh mengada-ada tentang ancaman jihad dengan tujuan menangkal tekanan Barat terhadap kekuasaannya yang telah berlangsung 33 tahun.

Demonstrasi di Yaman sejak akhir Januari 2011 yang menuntut pengunduran diri Saleh telah menewaskan ratusan orang. Dengan jumlah kematian yang terus meningkat, Saleh, sekutu lama Washington dalam perang melawan Alqaidah, kehilangan dukungan AS.

Pemerintah AS mengambil bagian dalam upaya-upaya untuk merundingkan pengunduran diri Saleh dan penyerahan kekuasaan sementara, menurut sebuah laporan di New York Times.

Para pejabat AS menganggap posisi Saleh tidak bisa lagi dipertahankan karena protes yang meluas dan ia harus meninggalkan kursi presiden, kata laporan itu.

Meski demikian, Washington memperingatkan bahwa jatuhnya Saleh selaku sekutu utama AS dalam perang melawan Alqaidah akan menimbulkan "ancaman nyata" bagi AS.

Yaman adalah negara leluhur almarhum pemimpin Alqaidah Osama bin Laden dan hingga kini masih menghadapi kekerasan separatis di wilayah utara dan selatan.

Yaman Utara dan Yaman Selatan secara resmi bersatu membentuk Republik Yaman pada 1990 namun banyak pihak di wilayah selatan, yang menjadi tempat sebagian besar minyak Yaman, mengatakan bahwa orang utara menggunakan penyatuan itu untuk menguasai sumber-sumber alam dan mendiskriminasi mereka.

Negara-negara Barat, khususnya AS, semakin khawatir atas ancaman ekstrimisme di Yaman, termasuk kegiatan Alqaidah di Semenanjung Arab (AQAP).

sumber : Antara/AFP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement