REPUBLIKA.CO.ID, KHARTOUM - Sudan mengatakan telah setuju melanjutkan pembicaraan dengan Sudan Selatan pekan depan untuk mengakhiri permusuhan antara dua musuh bebuyutan itu. Demikian diberitakan kantor berita SUNA, Kamis (14/6).
Dua negara tetangga Afrika itu mendekati perang ketika sengketa perbatasan pada April memperlihatkan kekerasan terburuk sejak Sudan Selatan berpisah dengan Sudan pada Juli di bawah kesepakatan damai 2005 yang mengakhiri perang saudara puluhan tahun.
Kedua negara kembali ke perundingan yang ditengahi oleh Uni Afrika pada akhir Mei, namun pekan lalu memutuskan pembicaraan setelah gagal menyetujui untuk menarik zona penyangga demiliterisasi sepanjang perbatasan yang disengketakan sebagai langkah pertama untuk mengakhiri permusuhan.
Pembicaraan-pembicaraan mengenai keamanan perbatasan akan dilanjutkan di Addis Ababa pada Selasa, kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Sudan El-Obeid Morawah kepada SUNA pada Kamis malam. Sudan Selatan telah mengatakan pihaknya siap untuk melanjutkan pembicaraan pekan depan.
Para diplomat Barat tidak melihat adanya terobosan cepat karena posisi perselisihan yang sangat lama membuat mereka tampak berjauhan. Kedua belah pihak saling menuduh mendukung pemberontak di wilayah-wilayah lain.
Sudan Selatan mengatakan Rabu bahwa pihaknya mengupayakan arbitrasi internasional atas beberapa daerah perbatasan yang disengketakan, beberapa di antaranya adalah penghasil minyak. Mereka juga harus setuju pada seberapa banyak Sudan Selatan yang terkurung daratan itu harus membayar untuk ekspor minyaknya melalui utara.
Juba menghentikan produksi minyaknya pada Januari untuk menghentikan Khartoum dari upayanya merebut minyak selatan dengan alasan biaya ekspor yang tidak dibayar. Sekitar dua juta orang tewas dalam perang saudara antara utara dan selatan, yang berlangsung beberapa tahun antara 1955 dan 2005 berkaitan dengan masalah ideologi, agama, etnis, dan minyak.