Ahad 17 Mar 2013 18:32 WIB

Korea Utara Ancam Habisi Korsel

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Nidia Zuraya
  Pemimpin Korut Kim Jong Un didampingi isteri Ri Sol Ju.
Foto: AP
Pemimpin Korut Kim Jong Un didampingi isteri Ri Sol Ju.

REPUBLIKA.CO.ID, PYONGYANG -- Ancaman perang terbuka di Semenanjung Korea terus menapaki titik puncak. Korea Utara kembali mengancam Korea Selatan dengan pengumuman akan menghabisi negara tetangganya itu dengan invansi militer.

Situs informasi resmi di Korut, Uriminzokkiri mengabarkan pemerintahan di Pyongyang menjadikan jejeran Pulau Yeonpyeong dan Pulau Baengnyeong sebagai sasaran pertama serangan Korut. Rezim meminta agar masyarakat di pulau tersebut segera diungsikan.''Penduduk di selatan akan menerima konsekuensi penghancuran (jika tidak mengungsi).'' Tulis peringatan tersebut, seperti dikutip Radio Prancis France24, Ahad (17/3).

Tidak disebutkan kapan serangan akan dilakukan. Tapi pernyataan tersebut adalah ungkapan peperangan kesekian kali dari Pyongyang.

Seorang pejabat militer Korut mengatakan, wilayah perbatasan kedua negara akan menjadi titik api pertama. Wilayah paling utara dari Korsel tersebut dikatakan dia sebagai papan tembak dan gerbang memasuki wilayah Seoul. ''Gemuruh api dan guntur akan berada diatas anda.'' Kata pejabat tersebut, Ahad (17/3).

Pulau Yeonpyeong dan Pulau Baengnyeong berpenduduk sekira lima ribu jiwa warga sipil. Wilayah ini menjadi basis pertahanan pertama Korsel, dan tempat latihan militer gabungan Koresl dan Amerika Serikat (AS). Latihan tersebut membuat Korut berang.

Mendiang pemimpin Korut, Kim Jong-il pernah mengklaim, wilayah tersebut adalah bagian dari wilayahnya. Jong-il juga pernah membombardir kawasan itu pada 2010. Serangan artileri itu menewaskan 46 serdadu Korsel dan empat warga sipil. Serangan juga menjadi konfrontasi terkeras dari Korut sejak 1953. Kedua Korea ini memang tidak pernah akur. Gencatan senjata 1953 tidak menjamin tuntasnya persoalan di Semenanjung Korea.

Pekan lalu, Pemimpin Tertinggi Korut, Kim Jong-un mencabut berlakunya gencatan senjata dan mengumbar peperangan baru dengan negara serumpunnya itu. Jong-un marah lantaran Korsel ikut menandatangani pemberian sanksi baru dari Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa Bangsa (DK-PBB), Januari 2013 lalu. Bersama AS, Korsel setuju memperberat sanksi bagi Korut lantaran nekat menerbangkan rudal berhulu nuklir 2012 lalu.

Kemarahan Korut juga dialamatkan ke Paman Sam. Pyongyang berjanji akan mengirimkan bom atom ke daratan AS jika tidak mencabut perluasan sanksi tersebut. Ancaman itu bukan basa-basi. Korut kembali menguji rudal jarak-jauhnya beberapa hari setelah ancaman tersebut.

Kebijakan ke arah peperangan juga ditunjukkan oleh Jong-un. Pemuda 30 tahun ini belakangan gencar memobilisasi militernya untuk siap berperang. Pekan lalu safari domestiknya khusus mengunjungi barak-barak militer dan pusat-pusat senjata pertahanan. Militer juga memutuskan saluran telekomunikasi dan jaringan nirkabel antara Pyongyang dan Seoul. Rezim meyakini pemerintahan baru di Seoul, akan babak belur dengan invansi militer. ''Kepala (Presiden Korsel) Park Geun-hye akan berpindah," demikian pernyataan resmi Jong-un dalam siaran langsung kantor berita Korut, KCNA seperti dilansir Globalpost, Sabtu (16/3).

Sementara itu, Perdana Menteri Korsel Chung Hong-won menegaskan akan meladeni setiap serangan dari Korut. Hong-won memang baru kembali dari Kepulauan Yeonpyeong. Dirinya berada di garis luar sejak Kamis (14/3).

Perdana menteri yang baru menjabat ini memastikan persiapan militernya di kawasan tersebut. ''Kami akan membalas dengan sepuluh kali serangan yang lebih besar.'' Kata dia, seperti dikutip Yonhap, Sabtu (16/3). Hong-won mengaskan tidak ada gelombang ketakutan atas ambisi Korut.

Seorang pejabat administrasi di Pulau Yeonpyeong mengatakan kepada AFP, aktivitas sipil di kawasan tersebut tidak mengalami kepanikan. ''Tidak akan ada eksodus. Orang-orang tampak terbiasa dengan meningkatnya eskalasi,'' kata sumber tersebut.

sumber : AP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement