Kamis 06 Jun 2013 01:08 WIB

Negara Asia Timur Dinilai Berstrategi Ganda

Laut Cina Selatan
Foto: timegenie.com
Laut Cina Selatan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat masalah pertahanan Universitas Indonesia, Andi Widjajanto, mengatakan banyak negara yang terlibat persengketaan teritorial di Asia Timur menerapkan strategi ganda dalam kebijakan pertahanan.

Strategi ganda tersebut terlihat dari negara-negara yang bersikap kooperatif di setiap konferensi atau perundingan berskala regional, namun tetap melakukan peningkatan anggaran militer secara drastis yang dapat memicu eskalasi ketegangan, kata Andi di Jakarta, Rabu (5/6).

"Sejumlah negara akan memanfaatkan pertemuan-pertemuan, seperti Shangri-la Dialoge (di Singapura) pada pekan lalu, namun tidak memberikan secara spesifik terkait solusi untuk sengketa, dan mereka juga akan tetap membeli senjata," ujarnya.

Sejumlah negara yang bersengketa di wilayah Asia Timur, seperti dalam masalah Laut Cina Selatan, antara China dan empat negara Asia Tenggara, kemudian masalah Laut China Timur yang melibatkan Jepang, ujar Andi, masih berpotensi terlibat dalam konflik terbuka, setelah adanya "perlombaan" kenaikan anggaran militer itu.

Setiap negara memang mengakui adanya jalur diplomasi damai, namun, ujar Andi, hal itu tidak dapat mejamin berhentinya sikap ofensif sejumlah negara menyangkut sengketa teritorial di dua perairan tersebut yang dikenal strategis dan kaya potensi ekonomi.

Pertumbuhan ekonomi yang cukup pesat di negara-negara Asia Timur, kata dia, juga membuat mereka ingin terus memperkuat kapasitas militer, walaupun di tengah ketegangan yang terus meningkat. "Makin ofensif ketika mendekati wilayah sengketa. Sementara belum ada upaya peningkatan rasa saling percaya antarnegara yang matang, apalagi ditandai dengan persaingan dan pergeseran kekuatan di regional," ujarnya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement