Jumat 26 Jul 2013 07:10 WIB

Polisi Prancis Sita 60 Ton Miniatur Menara Eiffel

Menara Eiffel, ilustrasi
Menara Eiffel, ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Polisi Paris menyita 60 ton miniatur Menara Eiffel yang akan dijual para pedagang ilegal kepada wisatawan.

Paris adalah salah satu tujuan wisata utama dunia yang dikunjungi sekitar 29 juta turis per tahun. Hal itu telah memicu masuknya aneka suvenir, mulai dari miniatur Menara Eiffel hingga syal Hermes palsu.

Polisi telah lama mengintai para penjual ilegal yang sebagian besar pendatang tersebut. Para penjual ilegal yang umumnya membanjiri lokasi wisata dan restoran itu, telah mengambil pasar para penjual resmi dan tidak membayar pajak.

Jika pernak-pernik yang terbuat dari timah, berwarna cerah setinggi delapan sentimeter itu disita pada Selasa (23/7) dari sebuah gudang dekat bandara Le Bourget di utara Paris. Polisi menahan seorang wanita berkebangsaan Cina terkait kasus itu.

Pihak berwenang mengatakan geng Cina, banyak yang tinggal di timur Paris, mengimpor pernak-pernik itu dari Negeri Tirai Bambu itu sebelum menjualnya pada kelompok lain yang mengendalikan para penjual. "Hingga 300-400 penjual ilegal menjajakan dagangan mereka di sekitar Menara Eiffel pada puncak musim panas," kata polisi.

Polisi secara rutin mengedarkan selebaran kepada para wisatawan meminta agar mereka tidak membeli dari penjual jalanan. 'Kami juga merazia sebuah kantor di Distrik Marais Paris, tempat di mana sekitar 100 penjual ilegal setiap harinya akan membeli miniatur Menara Eiffel untuk dijual kembali, menyita ribuan model miniatur dan lebih dari 150 ribu euro uang tunai."

Namun, aksi polisi terhambat oleh ketidakmampuan pengadilan untuk menghukum gelombang penjual ilegal, banyak di antaranya berasal dari Senegal dan India. Jika para penjual ilegal itu tertangkap, barang-barang mereka disita tetapi mereka dilepaskan kembali karena sebagian besar tidak mampu membayar denda maksimal 3.750 euro. Hanya sejumlah kecil yang dikirim kembali ke negara asal mereka karena proses birokrasi yang banyak terganggu oleh penundaan.

sumber : Antara/Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement