Sabtu 05 Oct 2013 10:51 WIB

Soal Tentara Anak, Presiden Rwanda Kecam Sanksi AS

Tentara anak di Kongo
Foto: AP
Tentara anak di Kongo

REPUBLIKA.CO.ID, KIGALI -- Presiden Rwanda Paul Kagame, Jumat (4/10), marah dan mengecam keputusan Amerika Serikat (AS) karena memberlakukan sanksi-sanksi terhadap negaranya. Rwanda diduga mendukung pemberontak di Republik Demokratik Kongo yang merekrut tentara anak.

Kagame mengatakan, keputusan itu hanya akan menguntungkan para pemberontak lain untuk meningkatkan sisa-sisa ekstremis Hutu yang melakukan genosida di Rwanda pada 1994. "Ini menguntungkan musuh-musuh negara kita yang berusaha untuk menghancurkan apa yang kita coba untuk bangun," kata Kagame dalam pidato kepada parlemen, seperti dilansir dari AFP, Sabtu (5/10).

PBB menuduh Rwanda mendukung pemberontak M23 di negara tetangga timur DR Kongo, suatu tuduhan yang telah dibantah tegas. Pada Kamis, Washington mengatakan pihaknya menyerukan Undang-undang Perlindungan Tentara Anak 2008 untuk menghentikan bantuan keuangan dan militer AS kepada Rwanda.

Tetapi Kagame mengatakan, "Sanksi-sanksi itu hanya menguntungkan orang-orang yang melemparkan granat di sini, di Kigali, dan membunuh anak-anak kita." Perkataan itu disampaikan terkait pada serangan baru-baru di ibu kota yang dilakukan sampai pemilihan parlemen bulan lalu.

"Mereka tidak peduli tentang anak-anak kita, menghantam para pembunuh yang tinggal di DRC (dan) di Afrika Selatan - referensi untuk para ekstremis Hutu di pengasingan terkait dengan genosida tahun 1994 serta lawan lainnya.

Kelompok pemberontak M23 didirikan oleh bekas pemberontak Tutsi yang dimasukkan ke dalam militer Kongo di bawah kesepakatan damai 2009, tetapi membalik senjata mereka pada mantan rekan-rekan mereka sendiri pada tahun 2012.

Pemerintah Kagame, juga didominasi oleh Tutsi, dituduh mendukung pemberontak sebagai bagian dari perang tanding melawan pemberontak Hutu di Kongo dan untuk mencari pengaruh di wilayah Kivu timur negara itu yang kaya mineral. Kagame berulang kali membantah dukungan rahasia untuk M23, dan menggambarkan sanksi-sanksi itu sebagai penghinaan.

"Saya tidak mengerti mengapa Rwanda diperlakukan dengan ketidakadilan seperti itu. Rwanda akan dihakimi dan bertanggung jawab atas kesalahan yang dilakukan orang lain," tegasnya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement